Senin 16 Sep 2013 17:05 WIB

Mengolah Sampah Menjadi Rupiah

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Djibril Muhammad
Tumpukan sampah (ilustrasi)
Foto: thehindu.com
Tumpukan sampah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sampah merupakan timbunan benda kotor yang tidak lagi digunakan bagi sebagian besar masyarakat. Namun, bagi masyarakat di Dusun Lodoyong, Tempel, Sleman, timbunan sampah tersebut justru dapat mengasah kreativitas mereka.

Para warga di dusun itu dapat mengolah sampah menjadi barang-barang yang bermanfaat. Suratinah, ketua Pengelolaan Sampah Lodoyong Asri, membentuk paguyuban yang terdiri dari masyarakat sekitar untuk mengolah sampah-sampah tersebut menjadi rupiah.

Di dusun Lodoyong tampak berbeda dengan dusun-dusun lainnya. Warga di dusun itu telah dapat memilah sampah berdasarkan jenisnya sehingga dusun tersebut tampak asri dan bersih dari sampah.

Kesadaran mereka akan kebersihan dan pemanfaatan sampah juga terlihat dari papan-papan kebersihan sampah yang terdapat hampir di setiap rumah warga.

Sampah kertas, plastik, logam, dan kaca itu dipilah sehingga lebih memudahkan masyarakat untuk memanfaatkan sampah. Pengelolaan sampah Lodoyong Asri dirintis sejak 2008.

"Semua masyarakat diajak untuk bersama-sama mengelola sampah karena wilayah dusun dekat dengan pasar. Sehingga sampah lebih sering menjadi masalah. Kita membuat warga sadar untuk mengelola sampah," kata Suratinah.

Di setiap RT, terdapat tiga titik tempat penimbunan sampah. Dan disediakan 18 tong sampah yang diletakkan sesuai dengan jenis sampah. Sampah-sampah itu kemudian akan diambil oleh petugas.

Pemilahan sampah juga sudah dilakukan di setiap rumah. Mereka diberi tempat pembuangan sampah yang juga merupakan bekas wadah bantuan beras miskin.

"Masing-masing rumah sudah ada tempat sampah untuk plastik, kertas, logam, dan kaca," kata Suratinah menambahkan.

Sampah-sampah tersebut juga akan dibeli pengepul. Sisanya, warga akan mendaur ulang sampah-sampah yang tidak dibeli pengepul. Warga sekitar menyulap sampah menjadi berbagai macam pernak pernik seperti tas, dompet, lampu hias, gantungan kunci, jepit rambut, dan lain-lain.

Harga barang-barang yang berasal dari sampah pun beragam, mulai dari Rp 2 ribu-Rp 50 ribu. Warga mulai menjual pernak pernik dari sampah dengan modal sekitar Rp 100 ribu.

Untuk menjual barang-barang tersebut, warga mengikuti pameran-pameran yang dapat memberikan keuntungan hingga sekitar Rp 300 ribu.

Namun, tidak semua warga mempunyai keahlian untuk mengubah sampah menjadi barang yang bernilai harganya. Di pengelolaan sampah Lodoyong Asri, hanya terdapat enam orang yang mampu mendaur ulang sampah.

Sumartinah, warga Lodoyong, mengaku dapat membuat 50 tangkai bunga yang berasal dari plastik dalam seminggu. Untuk botol plastik, ia dapat mengolahnya menjadi lampu hias.

Kepala Dusun Lodoyong, Misbah Alhakim, mengatakan untuk meningkatkan keahlian warga dalam mengolah sampah, akan dilakukan studi banding. Sebab, saat ini pengelolaan sampah Lodoyong Asri masih terkendala oleh terbatasnya kemampuan warga.

"Belum semua warga mampu mengubah sampah menjadi barang-barang yang benilai harganya," kata Misbah.

Sampah-sampah yang awalnya hanya dipilah dan dikumpulkan itu kemudian dibangun Bank Sampah. Sehingga pengelolaannya lebih terorganisir. Karena kebersihannya, Dusun Lodoyong juga pernah mengikuti green and clean pada 2011 dan 2013.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement