Rabu 11 Sep 2013 20:34 WIB

Kaderisasi Politik Harus Berjalan Sistematis

Diskusi politik soal kaderisasi pemimpi nasional menghadirkan Bima Arya (kiri) dan Teten Masduki
Foto: USB
Diskusi politik soal kaderisasi pemimpi nasional menghadirkan Bima Arya (kiri) dan Teten Masduki

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kaderisasi pemimpin nasional pada Pilpres 2014 diyakini akan mempengaruhi peta politik Indonesia ke depan. Apabila partai politik memberikan ruang kepada tokoh alternatif maka regenerasi politik akan berjalan secara baik.

Hal itu dikemukakan Teten Masduki selaku moderator dalam diskusi "Urgensi Regenerasi Politik" yang diselenggarakan Rumah Kebangsaan di Jakarta, Rabu (11/9/2013) dengan nara sumber peneliti LIPI Ikrar Nusa Bakti, peneliti CSIS Philip Vermonte dan politisi muda Bima Arya.

Ikrar menguraikan, parpol punya masalah dalam kaderisasi seperti contoh Golkar yang ditinggal sejumlah kader muda berintegritas seperti Yuddy Crisnandi yang pindah ke Partai Hanura dan Ferry Mursyidan Baldan yang pindah ke Partai Nasdem. "Di PDIP Megawati adalah ketua umum terlama, karena politisi muda tidak bisa jatuh dari langit, ujuk-ujuk jadi politisi karena harus punya nalar, pendidikan dan pengalaman politik."

Sementara itu Bima Arya menjelaskan,  kaderisasi politik berjalan apabila ada proses regenerasi secara sistematis. Dengan membangun sistem yang kuat, parpol merekrut tokoh muda menjadi pemimpin di semua tingkatan. "Saat ini orang mau memilih karena magnet personal bukan sistem yang menjemput dibangun untuk anak muda."

Akibatnya menurut Bima, figur muda bisa mengalami kultus sehingga mudah tergelincir. Regenerasi baginya bukan soal usia, melainkan regenerasi nilai-nilai.  Kontestasi politik yang sangat ditentukan popularitas dan uang menjadi hambatan bagi anak muda untuk terjun dalam kontestasi politik. "Patronase menghambat, tokoh alternatif tidak bisa masuk karena bukan anaknya A & B, itu oligarki parpol. Itulah realitanya," terang Bima.

Oleh karena itu, calon Wali Kota Bogor ini mengatakan, perlu adanya institusionalisasi kharisma, yaitu transfer kharisma seseorang terhadap sistem politik. "Bagaimana pemimpin kuat kharisma membangun sistem yang kuat, transparan & memberi ruang untuk anak muda," ujar ketua Bidang Politik DPP PAN ini.

Peneliti CSIS Philips Vermonte menegaskan, figur Jokowi yang ramai diperbincangkan saat ini menjadi paradoks tersendiri. Mirip seperti fenomena Prabowo Subianto setahun lalu yang dianggap sebagai capres terkuat. "Saat ini publik anggap Jokowi undefeatable persis seperti Prabowo tahun lalu, kalo kita komen negatif tentang Jokowi akan langsung dibully ramai-ramai. Ini tugas parpol hari ini harus cari tokoh alternatif seperti PDIP yang munculkan Jokowi sehingga membalikkan posisi Prabowo yang awalnya dianggap undefeatable," ujarnya. (adv)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement