REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2003-2007, Erry Riyana Hardjapamekas menambahkan, ketika membahas reformasi birokrasi, semua pihak cenderung melupakan bagaimana perubahan itu bisa dilakukan berkelanjutan.
Indonesia dinilainya telah memiliki semangat untuk melakukan perubahan, sayangnya praktiknya terlalu lamban. "Tidak ada konsistensi, cenderung panas-panas seperti kotoran ayam, semangat di awal saja," kata Erry, Selasa (10/9).
Peneliti politik senior LIPI, Siti Zuhro berpendapat reformasi birokrasi di Indonesia belum didukung oleh keteladanan pemimpin. Padahal pemimpin memiliki pengaruh sangat besar dalam melakukan reformasi birokrasi.
"Sekarang ini kurang dari 15 persen pemimpin yang mampu melakukan best practices di daerah-daerah. Bagaimana sistem bisa di-trigger atau driving force oleh pimpinan di daerah itu belum berjalan," ungkap Siti.
Peran pimpinan daerah, menurut Siti sangat krusial dalam mewujudkan reformasi birokrasi. Sebab, sistem otonomi daerah dan pilkada secara langsung membuat pimpinan daerah sebagai aktor utama yang wajib dan harus mampu mengarahkan terjadinya perubahan.