REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Ancaman mogok produksi yang diserukan Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) diikuti para produsen tahu dan tempe di Kabupaten Indramayu. Akibatnya, tahu dan tempe menghilang di pasaran.
"Kami sepakat untuk tidak produksi sampai Rabu (11/9),’’ ujar seorang produsen tahu di Kelurahan Bojongsari, Kecamatan Indramayu, Eno Karna, saat ditemui di rumah produksinya, Senin (9/9).
Eno menjelaskan, nasib para produsen tahu dan tempe sekarang sedang di ujung tanduk. Pasalnya, harga kedelai sangat mahal dan tidak sebanding dengan harga jual tahu dan tempe di pasaran.
Eno menyebutkan, harga kedelai saat ini mencapai Rp 10 ribu per kg. Padahal, dalam kondisi normal harga kedelai hanya berkisar antara Rp 7.500 – Rp 8.000 per kg.
Dengan mahalnya harga kedelai, Eno mengaku tidak bisa berproduksi secara terus menerus. Biasanya, setiap hari dia memproduksi empat kuintal kedelai untuk dibuat tahu. Namun sejak harga kedelai melonjak, dia hanya bisa memproduksi satu kuintal kedelai per hari.
"Bahkan sejak tiga hari yang lalu saya tidak bisa berproduksi sama sekali," keluh Eno.
Eno mengatakan, harga tahu yang diproduksinya selama ini berkisar antara Rp 250 - Rp 500 per potong. Dengan tingginya harga kedelai seperti sekarang, harga tahu buatannya tidak cukup untuk mengembalikan modal.
"Seharusnya harga tahu naik, tapi takut nanti tidak laku," kata produsen tahu yang sudah memulai usahanya sejak 1990 tersebut.
Eno berharap, harga kedelai segera turun kembali. Pasalnya, jika harga kedelai tetap tinggi, dia mengaku tidak dapat mempertahankan usahanya dari ambang kebangrutan.
Sementara itu, salah seorang pedagang masakan di Kelurahan Margadadi, Kecamatan Indramayu, Wati, mengaku hari ini tidak berjualan masakan berbahan tahu dan tempe. Pasalnya, tidak ada satupun pedagang tahu dan tempe yang berjualan di pasar.