Sabtu 07 Sep 2013 22:00 WIB

Abraham Samad: Pemerintah Tipu Rakyat Soal Sapi

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad.
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik kebijakan ketahanan pangan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan daging sapi nasional. Samad menyatakan, inseminasi buatan yang dilakukan pemerintah terhadap sapi-sapi lokal merupakan bentuk penipuan terhadap rakyat.

"Kita dibodoh-bodohi terus!" kata Samad saat menyampaikan pidato dihadapan ribuan peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-III PDI Perjuangan di bilangan Ancol, Jakarta, Sabtu (9/7).

Samad menjelaskan, program inseminasi sapi merupakan program yang dibuat untuk membuat sapi-sapi betina lokal lebih cepat melahirkan keturunan. Dalam konteks tujuan, program ini memang terkesan baik karena bisa meningkatkan angka produksi sapi dalam negeri dalam waktu sesaat.

Namun ternyata, kritik Samad, sapi yang dilahirkan dari hasil inseminasi buatan tidak bisa melahirkan keturunan. "Sehingga mata rantai produksinya berhenti sampai disitu," ujarnya.

Samad juga mengkritik pernyataan pemerintah yang menyebut produksi daging sapi lokal tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Menurutnya, berdasarkan penelitian KPK, sentra-sentra penghasil daging sapi di Bali, Surabaya, dan NTT cukup mampu memenuhi kebutuhan daging sapi nasional.

Namun ternyata ada sejumlah oknum yang sengaja menyelundupkan daging sapi itu keluar negeri melalui Kalimatan supaya menciptakan kesan seolah-olah Indonesia kekurangan produksi daging sapi. "Akhirnya kita impor dan ketergantungan kita pada negara luar terjadi," katanya.

Berbagai regulasi impor pangan yang dikeluarkan pemerintah akhirnya hanya merugikan negara. Kebijakan impor pangan menurutnya terus dilanggengkan untuk memberi keuntungan kepada par pelaku importir hitam dan oknum kementerian tertentu. Sementara petani, justru mengalami kerugian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement