Senin 02 Sep 2013 21:17 WIB

Reklamasi Teluk Benoa Dinilai Tak Layak

Rep: Ahmad Baraas/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
 Pengerjaan proyek pembangunan Jalan Tol Tanjung Benoa-Ngurah Rai-Nusa Dua di Benoa, Denpasar, Bali, Kamis (1/11).      (Aditya Pradana Putra/Republika)
Pengerjaan proyek pembangunan Jalan Tol Tanjung Benoa-Ngurah Rai-Nusa Dua di Benoa, Denpasar, Bali, Kamis (1/11). (Aditya Pradana Putra/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR--Rencana PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) mereklamasi Teluk Benoa, Bali, terancam batal. Berdasar hasil studi kelayakan (FS) yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengambdian Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana (Unud), menyatakan rencana reklamasi itu tidak layak dilanjutkan.

"Kita sudah mengkajinya dari berbagai aspek, diantaranya secara ekonomis, budaya dan juga kelestarian alam. Hampir semuanya menyatakan rencana itu tidak bisa dilanjutkan," kata Ketua LPPM Unud Prof Dr I Ketut Satriawan.

Kepada wartawan seusai mengadakan rapat tentang rencana reklamasi Teluk Benoa, Satriawan mengatakan, anggota tim fisibiliti studi itu antara lain tujuh orang dari Universitas Udayana, sedangkan lima orang lainnnya dari sejumlah univesitas swasta di Bali.

Ia mengatakan untuk melakukan studi kelayakan itu, PT TWBI membayar kepada LPPM Unud sebesar Rp 1,094 milyar. Apa pun hasil kajian itu sebut Satriawan, tetap diserahkan kepada PT TWBI.

Mengenai tudingan bahwa LPPM Unud menghadapi tekanan dalam menyusun studi kelayakan, Rektor Universitas Udayana Prof Dr dr I Ketut Suastika membantah hal tersebut. Semua kajian yang dilakukan oleh timnya dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan yang ada. "Jadi apa pun yang kami lakukan tidak untuk menyenangkan atau tidak menyenangkan seseorang," kata Suastika.

Untuk mereklamasi Teluk Benoa, Gubernur Bali sebelumnya telah mengeluarkan SK reklamasi untuk PT TWBI seluas 838 hektar. Bila jadi dilaksanakan, reklamasi itu akan menimbun separuh dari kawasan teluk Benoa, dengan ketinggian sekitar lima meter dari atas permukaan laut.

SK itu menimbulkan kontroversi, di satu sisi mendukung pelaksanaan reklamasi dan di sisi lain menolak reklamasi. Karena itu gubernur Bali mencabut SK reklamasi itu dan menggantikannya dengan SK fisibiliti studi reklamasi.

Guru Besar Fakultas Hukum Unud, Prof Dr Ibrhim SH, menilai SK Gubernur Bali itu cacat hukum, karena bertentangan dengan Peraturan Prsiden nomor 45 tahun 2011. Karena itu sebut Ibrahim, SK itu batal demi hukum. Dia mendengar ada upaya dari pihak pendukung reklamasi untuk berjuang agar Perpres itu dicabut, tetapi itu sebut Ibrahim, akibatnya sangat fatal.

"Di Bali bisa terjadi perang Berata Yudha. Masak Perpres yang baru dibuat dua tahun, sudah dicabut lagi hanya untuk reklamasi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement