REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Harga kedelai sebagai bahan baku tempe dan tahu di wilayah Lampung mengalami kenaikan mencapai Rp 10 ribu per kilogram (kg), Ahad (1/9). Meski demikian, pedagang tempe dan tahu tidak menaikkan harga.
Pedagang di pasar tradisional Kota Metro, mengatakan, kenaikan harga kedelai sudah terjadi dua kali, selama mata uang dolar menguat terhadap rupiah. Sebelumnya, harga kedelai dijual Rp 7.500 naik menjadi Rp 8000 per kg. Selama tiga hari terakhir, dari Rp 8.000 naik lagi menjadi Rp 10 ribu per kg.
Menurut Suripto, pedagang kedelai di pasar Metro, kenaikan harga kedelai berkisar Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per kg. Hal ini dikarenakan kedelai masih diimpor sehingga harganya bergantung dengan kondisi pasar dunia. "Kedelai ini impor, jadi harganya tidak tentu, apalagi sekarang naik terus," ujarnya.
Kenaikan ini sendiri tidak berpengaruh dengan harga jual tempe dan tahu di pasaran. Para pedagang tempe dan tahu, tetap menjual tempe dan tahunya dengan harga lama, namun ukuran produknya telah dikurangi atau lebih kecil.
"Harga tetap tapi ukuran tempe dan tahu agak lebih kecil," tutur Ridwan pedagang tempe di kota yang berjuluk kota pendidikan sejak zaman Belanda.
Ia menjual tempe berbagai ukuran. Ukuran kecil Rp 1.000 per buah, ukuran besar Rp 3000 per buah. Sedangkan tahu masih berkisar Rp 5.000 per 10 biji tahu. Ia beralasan tidak menaikkan harga karena minat beli masyarakat akan turun, sehingga merugikan pedagang dan perajin tempe dan tahu.
Sedangakan di kota Bandar Lampung, harga tempe dan tahu juga tidak mengalami kenaikan. Para pedagang masih mengupayakan harga lama dengan ukuran biasa ketika harga kedelai belum naik. Menurut Lekmin, pedagang sayur di Pasar Pasir Gintung, ia menjual tempe masih seperti harga lama meski harga kedelai sudah naik.
"Kami ambil dari perajin masih harga normal belum naik, jadi kami jual seperti biasa. Barangkali stok kedelainya yang lama," ujarnya.
Ia mengatakan tempe yang dijualnya berukuran normal dan tidak dikecilkan.