REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Sebanyak sepuluh orang narapidana penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekanbaru Provinsi Riau berpotensi mengalami gangguan jiwa karena depresi setekah divonis mati dan seumur hidup.
"Mereka (kesepuluh napi) itu adalah warga binaan yang terlibat kasus pembunuhan," kata Kepala Seksi Pembinaan dan Pendidikan (Kasi Binadik) Lapas Kelas II A Pekanbaru Herry di Pekanbaru, Kamis.
Ia menjelaskan, tiga dari sepuluh napi tersebut sebelumnya divonis hukuman mati, sementara tujuh lainnya divonis hukuman seumur hidup.
Sejauh pemantauan petugas, demikian Herry, baru ada satu dari sepuluh napi tersebut yang terbukti mengalami depresi berat atau gangguan jiwa sehingga dibutuhkan pemeriksaan kejiwaan secara rutin.
Napi tersebut adalah Syamsul, seorang warga binaan yang sebelumnya mencoba kabur dari Lapas Kelas II A Pekanbaru dengan cara memanjat pagar setinggi sepuluh meter.
Syamsul sebelumnya divonis penjara seumur hidup karena terbukti terlibat kasus pembunuhan, dan dia telah menjalani masa hukuman selama tiga tahun. Ketika berusaha kabur, napi ini juga sempat melukai seorang petugas kepolisian yang berusaha menangkapnya.
Setelah dilakukan pemeriksaan, demikian Herry, diketahui napi tersebut mengalami gangguan jiwa sehingga berbuat nekad.
Kasi Binadik Herry mengatakan, potensi gangguan jiwa memang kuat terjadi pada napi yang mendapatkan hukuman berat, atau di atas 20 tahun penjara. "Terlebih mereka yang dijatuhi hukuman seumur hidup dan hukuman mati," katanya.
Sementara untuk Syamsul, kata Herry, saat ini ditahan pada ruang sel tersendiri, atau tidak digabung dengan napi lainnya.
Hal itu menurut dia dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kerusuhan antarsesama warga binaan di Lapas Kelas II A Pekanbaru.