REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Pernikahan pada usia dini di daerah perkotaan saat ini mengalami peningkatan. Sebaliknya, justru di daerah pedesaan, angka pernikahan dini cenderung menurun.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) , Fasli Jalal, mengatakan secara nasional, jumlah perempuan usia 15-16 tahun yang menikah sudah menurun. Tapi yang menurun justru di daerah pedesaan, yakni dari 61 persen menjadi 58 persen dari jumlah usia dini. Sedangkan di perkotaan, yang justru mengalami kenaikan dari 26 persen menjadi 32 persen.
''Penurunannya tidak besar, di pedesaan memang turun empat poin sementara di perkotaan naik enam poin. Kita agak cemas di kota kok malah ada kenaikan,'' ujar Fasli di Ternate, Selasa (27/8).
Beberapa target BKKBN adalah menurunkan angka pernikahan dini, kehamilan pertama di usia muda, juga angka kematian ibu dan anak. Untuk menurunkan angka pernikahan dini tersebut, salah satu yang harus dihidupkan adalah Pusat Informasi dan Konseling (PIK) remaja.
Di Ternate, beberapa PIK yang dimotori kaum remaja telah terbentuk. Salah satu yang dikunjungi Fasli adalah PIK remaja Fomakuwaje, di Kelurahan Dukiri, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara. PIK Fomakuwaje di Pulau Tidore ini, terbukti memang berhasil menurunkan angka pernikahan dini.
Meningkatnya kesadaran generasi muda maupun orangtua untuk tidak menikahkan anaknya pada usia dini khususnya di wilayah Propinsi Maluku Utara cukup meningkat. Hal itu diakui Kasubid Hubungan Antar Lembaga dan Lini Lapangan BKKBN Provinsi Maluku, Rais Hafel. ''Nikah di bawah umur di sini jarang,'' ujarnya.
Menurut Rais, kekeluargaan di daerah Ternate khususnya sangat erat. Sehingga untuk acara pernikahan paasti akan dihadiri oleh keluarga-keluarga lainnya. Karena itu, jika ada orangtua yang menikahkan anaknya pada usia dini, justru akan menjadi aib dan tabu baginya, karena pasti akan dinilai sudah terjadi sesuatu pada anaknya.