Ahad 25 Aug 2013 20:51 WIB

Konflik yang Muncul Selalu Menggunakan Slogan Agama?

Rep: Amri Amrullah/ Red: Citra Listya Rini
Wakil Presiden Boediono
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Wakil Presiden Boediono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik atas nama agama seringkali menjadi tameng kepentingan politik dan ekonomi di dalam masyarakat. Wakil Presiden Boediono bahkan mengatakan munculnya konflik yang mengganggu kedamaian umat beragama karena agama itulah selalu menjadi slogan dalam persaingan.

"Padahal semua agama cinta damai, semua agama mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada sesama dan kepada alam semesta," kata Wapres Boediono saat membuka "The Islam and Confucian Summit 2013" di Jakarta, Sabtu (24/8). 

Hadir dalam acara itu antara lain Ketua Koordinator MUI, Ma'ruf Amin serta Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghuchu Indonesia (MATAKIN) Wawan Wiratama.

Dikatakan Boediono, di sinilah peran pemimpin agama menentukan dan sebagai panutan perlu terus mengajak umatnya untuk lebih jeli, jernih, arif, dan cerdas melihat dan memilah setiap masalah yang terjadi. 

"Kita semua tanpa kecuali perlu terus menyuarakan keyakinan kita bahwa tidak ada agama yang membenarkan tindak kekerasan atau memaksakan kehendak kepada orang lain atau kelompok lain," ujar Boediono.

Hanya dengan upaya bersama dan terus-menerus, saran Boediono, semua pihak bisa memelihara kedamaian dan kerukunan kehidupan beragama dalam masyarakat masing-masing.

Menurutnya, sejak awal negara Indonesia didirikan di atas perbedaan dan keberagaman suku, agama, ras, bahasa, dan adat istiadat yang diikat dalam satu kesepakatan dan komitmen bersama, yaitu "Bhinneka Tunggal Ika".

Fakta menunjukkan bahwa kaum Muslim dan kaum Confusian (Konghucu) merepresentasikan hampir separuh populasi bumi. Kaum Confusian tersebar di belahan Timur Asia dan kaum Muslim mendiami kawasan yang terbentang mulai dari Afrika hingga Asia Tenggara. 

"Oleh karena itu sinergi dan kolaborasi antara ummat Muslim dan Confusian akan dapat membawa warna baru bagi harmoni peradaban manusia dan perdamaian dunia," kata Boediono.

Pemerintah Indonesia, tambahnya, juga telah memprakarsai berbagai dialog lintas agama dan lintas budaya, yang sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan diplomasi Indonesia ke depan, baik secara bilateral, regional, maupun multilateral. 

Boediono menilai, Pertemuan Tingkat Tinggi Islam dan Khonghuchu ini memiliki makna yang besar dalam menyampaikan pesan perdamaian dan pesan keharmonisan kepada seluruh umat beragama.

Kegiatan seperti ini diharapkan dapat mendorong berbagai kalangan umat beragama untuk mendeklarasikan dan menyuarakan perdamaian dan keharmonisan beragama, baik secara nasional maupun internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement