REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra menekankan perlunya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 35/2009 tentang Narkotika. Ia menilai penerapan undang-undang itu yang menjadi salah satu pemicu banyaknya penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
"Sebagian besar, menurut saya, sebenarnya yang ditahan di Lapas itu dari kejahatan narkotika," kata Yusril, saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (19/8).
Menurutnya, Undang-Undang Narkotika memberikan hukuman alternatif. Ia mencontohkan, orang yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika dipenjarakan, bukan direhabilitasi.
Yusril juga menyoroti penerapan Undang-Undang Narkotika itu yang dianggap sebagai efek jera. Ia mengatakan, banyak pelaku yang sudah mendapatkan hukuman mati. Akan tetapi, menurut dia, penerapannya masih harus dipertanyakan.
"Sekarang sudah berapa puluh orang sudah dihukum mati, sudah ditolak PK (Peninjauan Kembali), sudah ditolak grasinya, tetapi masih saja ada di dalam Lapas," ujar mantan Menteri Sekretariat Negara itu.
Berlakunya UU Nomor 35/2009, menurut Yusril, melonjakkan jumlah penghuni Lapas. Karena itu, ia menyarankan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengkaji penerapan undang-undang tersebut.
Ia menekankan perlunya segera merevisi aturan narkotika yang berlaku saat ini. Sehingga, penataan yang terjadi tidak hanya pada infrastrukur Lapas. Melainkan juga pada tataran undang-undangnya. "Jadi, kalau tidak ada perbaikan, mau dibikin seribu Lapas baru pun rasanya tetap akan sama," kata dia.