REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengibaran bendera Aceh semestinya tidak diperkenankan sebelum dicapainya kesepakatan bersama antara pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh.
"Apalagi, bendera itu masih dipersoalkan karena sama persis dengan atribut GAM (Gerakan Aceh Merdeka)," ujar pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro,
Prinsipnya, kata dia, baik dalam otonomi khusus (otsus) maupun otonomi daerah (otda), daerah dilarang membuat peraturan yang melanggar atau bertentangan dengan peraturan di atasnya. Otsus yang diselenggarakan seperti di Aceh, Papua dan Papua Barat harus dalam kerangka negara kesatuan dan mampu menjaga stabilitas politik dan keamanan, baik nasional maupun lokal.
Ia berpendapat, bendera milik daerah yang ada selama ini semestinya merefleksikan budaya dan kekhasan daerahnya. Bukan gambar lambang yang merefleksikan atau bersinggungan langsung dengan gerakan makar atau separatis.
"Kasus di Aceh sangat jelas. Ini bukan yang pertama, hal serupa juga pernah terjadi ketika partai kokal mengusung gambar yang persis sama dengan gambar GAM," tuturnya.
Bagi Aceh, kata Siti Zuhro lagi, lambang yang merefleksikan kekhasan Aceh bukan hanya gambar GAM yang notabene sarat muatan politis untuk merdeka, melainkan masih ada lambang lain yang menjadi icon Aceh. "Dan ini yang mestinya dikibarkan ketimbang Aceh mebuka luka lama yang hanya akan menimbulkan pertentangan saja," tegasnya.