Jumat 02 Aug 2013 20:49 WIB

Pemecatan Lami, Buruh yang Di-PHK Bukan Sekadar Masalah Dilarang Shalat

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Djibril Muhammad
phk (ilustrasi)
Foto: cbc.ca
phk (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai perlakuan perusahaan di daerah Cawang, Jakarta yang memecat buruhnya bernama Lami hanya karena ingin beribadah telah mencederai banyak hal.

Selain tentunya hak buruh, kebebasan beragama juga ikut dilanggar pihak perusahaan. "Ini sensitif ya. Hanya karena beribadah di bukan tempatnya, harus sampai berujung ke pemecatan padahal kan ditegur juga cukup," ujar Ketua KSPI, Said Iqbal dihubungi Republika, Jumat (2/8).

Said berujar, pemerintah layak mengecam perusahaan yang memecat buruh bernama Lamoy Farate. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenkertrans) layak memberikan teguran.

Terlebih menurut dia, pemecatan ini juga terindikasi adanya upaya mencari-cari kesalahan dari Lami. Sebab, wanita berkerudung tersebut diduga memang sudah lama tidak disukai pihak perusahaan.

Status Lami yang berhasil menyatukan buruh di perusahaan berada dalam satu ikatan serikat buruh membuat Lami jadi incaran untuk disingkirkan.

"Masalah ini memang merembet. Bila benar demikian, artinya ini ada pemberangusan serikat buruh, union basting," ujar dia.

Said memaparkan, kealpaan perusahaan terlihat setidaknya dalam dua hal. Pertama, peristiwa pelarangan sebetulnya tak perlu terjadi andaikan pihak perusahaan menyediakan musala yang berkapasitas mumpuni. Lami shalat di ruang Detektor karena musala penuh, akhirnya terpaksa keluar dari prosedur.

Kedua, persoalan jam istirahat yang singkat. Said mengatakan, Lami hanya mendapat jatah rehat setengah jam. Akibatnya, dia tak ada pilihan. Sedangkan, waktu shalat sudah tiba dan musala masih penuh, akhirnya dia shalat di tempat lain.

Melihat permasalahan ini, Said pun mengaku siap untuk mendapingi Lami agar hak-haknya kembali. Said berujar, langkah perusahaan yang memecat tanpa memberikan pesangon dan juga THR tak dapat dibenarkan.

"Ini dia harus ditolong. Langkah pertama dia lapor ke Komnas HAM kemarin (Rabu 31/7)sudah tepat. Ke depan akan saya dampingi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement