Senin 29 Jul 2013 08:22 WIB

Wilayah Depok Jadi Target Peredaran Narkoba

Rep: Heri Purwata/ Red: Djibril Muhammad
Badan Narkotika Nasional (BNN) menggelar barang bukti dan tersangka peredaran gelap narkoba di kantor BNN, Jakarta, Senin (8/7).
Badan Narkotika Nasional (BNN) menggelar barang bukti dan tersangka peredaran gelap narkoba di kantor BNN, Jakarta, Senin (8/7).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wilayah Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman menjadi target peredaran Narkoba terbesar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Menyusul banyaknya kasus penyalahgunaan Narkoba di wilayah tersebut.

Demikian hasil penelitian Edy Suandi Hamid dan Jaka Sriyana, Rektor UII dan dosen Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta, Ahad (28/7). Penelitian yang berjudul 'Studi Aspek Sosial Ekonomi Peredaran Narkoba di Yogyakarta' dilakukan dalam dua bulan terakhir.

Dijelaskan Edy Suandi Hamid yang juga Rektor UII, wilayah Kecamatan Depok mempunyai banyak kampus perguruan tinggi, sehingga pengguna Narkoba berasal dari kalangan usia produktif antara 20-40 tahun.

Berdasarkan data yang dieroleh semester I tahun 2012, tercatat di Kecamatan Depok terdapat 24 kasus, Ngaglik 12 kasus, Banguntapan (Bantul) 12 kasus, Umbulharjo (Yogyakarta) 10 kasus, Kasihan (Bantul) 9 kasus, Gondokusuman 7 kasus, kecamatan lain 5 kasus.

"Akibat peredaran Narkoba kerugian ekonomi yang ditanggung pengguna dan biaya sosial    sebesar Rp 1.430,30 miliar atau 89,12 persen dari total penerimaan Yogyakarta," kata Edy.

Oleh sebab itu, kata Edy dan Jaka Sriyana, perlu komitmen alokasi belanja daerah oleh Pemerintah DIY dan empat kabupaten serta satu kota untuk pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba. Pencegahan harus dilakukan secara lintas program, lintas daerah, dan lintas usia.

"Untuk pelaksanaan program diperlukan edukasi yang lebih tinggi bagi aparat pemerintah, khususnya berkaitan dengan pengetahuan pencegahan penyalahgunaan Narkoba,” katanya.

Penyalahgunaan Narkoba, lanjut Edy, tidak terlepas dari image Yogyakarta sebagai kota pelajar sehingga menjadi target peredaran Narkoba. Berdasarkan hasil survei, pemuda merupakan konsumen potensial dari pengedar sehingga wilayah DIY menjadi pasar yang menarik.

Dampak ekonomi dari penyalahgunaan Narkoba berpengaruh pada tingkat konsumsi. Tahun 2010, tingkat konsumsi per kapita per bulan sebesar Rp 554.007. Sedang biaya ekonomi untuk Narkoba rata-rata per bulan sebesar Rp 1,4 juta.

"Atau dengan kata lain, biaya akibat penyalahgunaan Narkoba di DIY yang diakibatkan oleh satu orang dapat digunakan untuk membeayai konsumsi dua orang setiap bulan tanpa harus bekerja," tuturnya.

Berdasarkan data dari Badan Nasional Narkotika (BNN) DIY pengguna Narkoba di DIY, mencapai 69.700 orang (tahun 2011) dan meningkat menjadi 78.064 orang (2012). Sedangkan tahun 2013, diprediksikan akan meningkat lagi menjadi 87.432 orang.

Saat ini, Indonesia merupakan salah satu tujuh dari Negara pengedar Narkoba terbesar di dunia. Menurut Badan Nasional Narkotika, tahun 2011, Indonesia dikenal sebagai produsen ekstasi nomor satu di dunia. Bahkan ganja yang diproduksi Indonesia merupakan mariyuana dengan kualitas terbaik di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement