Ahad 28 Jul 2013 14:59 WIB

1.150 Buruh Dua Perusahaan Asing Terancam Tak Terima THR

Rep: Alicia Saqina/ Red: Nidia Zuraya
Sejumlah pekerja mengantri saat pembagian Tunjangan Hari Raya/THR. (ilustrasi)
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Sejumlah pekerja mengantri saat pembagian Tunjangan Hari Raya/THR. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 1.150 buruh yang bekerja di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta Timur, dan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, terancam tidak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) pada perayaan Idul Fitri tahun ini. Bahkan 10 hari lagi menjelang Lebaran, ribuan pekerja ini pun tak kunjung mendapatkan kepastian.

Sekretaris Jenderal Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Dian Septi Trisnanti mengatakan, dari 1.150 buruh yang bekerja di dua perusahaan yang berbeda itu, 400 orangnya hampir dikatakan tidak menerima pembayaran THR. ''Bagaimana buruh hendak merayakan dan memenuhi kebutuhan Lebaran, juga mudik mereka,'' kata Dian, Ahad (28/7), di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Empat ratus buruh yang terancam sama sekali tak mendapatkan hak THRnya itu, merupakan pekerja PT Asian Collection, Cilincing, Jakut. Seorang pekerja yang bekerja di PT Asian Collection, Atly Serita, mengatakan, hingga saat ini ia dan ratusan temannya masih belum mendapatkan kepastian, kapan THR satu bulan gaji mereka itu dibayarkan. ''Kami tak pernah mendapatkan kepastian, kapan kami libur, kapan THR kami dibayarkan, dan kapan kami mendapatkan gaji,'' katanya.

Ia mengungkapkan, tak hanya itu, bahkan sudah banyak sekali penindasan-penindasan yang dilakukan personalia PT Asian terhadap ratusan pekerjanya ini. Wanita yang akrab disapa Aat ini menjelaskan, besaran upah yang dijanjikan pada seluruh buruh pun tak sesuai dengan yang ditandatangani di kontrak kerja.

Aat menyebut, bahkan surat kontrak tersebut oleh pihak perusahaan, jelasnya, hanya lah formalitas. Para buruh yang bekerja di perusahaan negeri ginseng ini pun dijanjikan upah per bulan, Rp 2,2 juta. ''Nyatanya upah kami per hari itu hanya lah Rp 60 ribu. Setiap hari kami pun masuk,'' ujarnya.

Belum lagi, setiap hari Minggu buruh tetap bekerja, dan hanya diupah sebesar Rp 80 ribu. Setiap harinya, Aat dan kawan-kawan bekerja dari pukul 07.30 sampai 18.30 WIB. Wanita berkerudung ini mengatakan, kala lembur dari jam 18.30 - 20.00 WIB pun, buruh hanya diupah Rp 12.500. ''Saat kami tanyakan kapan kami libur kapan kami dapat THR, mereka hanya mengatakan sudah selesaikan saja dulu output-output itu. Selesaikan ekspor,'' tuturnya.

Sementara, adapun 750 buruh sisanya merupakan pekerja yang bekerja di PT Usi Apparel. Dian mengatakan, ratusan buruh yang bekerja di perusahaan garmen itu hanya mendapatkan pembayaran THR sebesar 50 persen. Ia menjelaskan, pihak perusahaan yang terletak di kawasan Cakung itu memang hanya mau membayarkan THR para pekerjanya 50 persen saja dari yang seharusnya.

Oleh karena itu, wanita mantan jurnalis sebuah radio swasta ini menyatakan, bahwa saat ini kaum buruh benar-benar dihadapkan pada posisi tawar yang lemah. Sebab, buruh sulit untuk mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak, maka mau tidak mau mereka bertahan bekerja. ''Kalau mau keluar dari tempat sekarang, mendapatkan pekerjaan lain, sulit. Namun, soal hak, seperti gaji, THR, dan libur, harus kami tetap perjuangkan. Kami akan melawan sampai menang menduduki Menakertrans,'' jelasnya.

Pengacara Publik LBH Jakarta Maruli Tua Rajagukguk mengungkapkan, bahwa perusahaan yang tak membayarkan THR para pekerjanya, melanggar ketentuan ketenagakerjaan Tanah Air sesuai perundang-undangan. ''Pembayaran THR paling lambat itu harus dilakukan H-7 jelang Idul Fitri,'' ujarnya.

Tak hanya itu, kata dia, besaran THR setiap karyawan pun wajib sejumlah satu bulan penuh gaji pekerja. ''Untuk pekerja yang di atas setahun, THR yang dibayarkan sebesar satu bulan gaji. Sementara yang di bawah satu tahun kan, proporsional,'' tegasnya.

LBH bekerja keras untuk memperjuangkan, 400 ratus buruh yang tidak mendapatkan THR itu dan 750 buruh yang hanya menerima THR mereka 50 persennya saja. Posko pengaduan THR pun dibuka LBH Jakarta, mulai Ahad (28/7).

Berangkat dari yang ditangani LBH Jakarta tahun lalu, Maruli menjelaskan, ada 19 pengaduan THR yang masuk. Dari 19 pengaduan tersebut, 15 kasusnya berhasil ditangani LBH dengan mediasi kepada perusahaan. ''Sementara empat kasus yang masuk ke Kemenakertrans tahun lalu, tidak selesai,'' ucapnya.

Maruli mengatakan, pihak-pihak perusahaan yang melanggar ketentuan itu, masing-masing akan disurati. Jika langkah penyuratan tak diindahkan, maka LBH pun akan menempuh jalur hukum dengan turut melaporkannya ke pihak yang berwenang. ''Pertama kami verifikasi seluruh pengaduan yang masuk apakah pekerjanya tidak mendapatkan THR dan apakah mereka benar buruh perusahaan atau tidak,'' ungkapnya.

Maruli menegaskan, perusahaan yang tidak mau membayarkan THR tersebut melanggar undang-undang. ''Dan pekerja pun terkait pembayaran THR ini mendapatkan perlindungan upah,'' ujarnya.

Menindaklanjuti tuntutan pembayaran THR oleh PT Asian Collection, Aat mengatakan, Senin (29/7) seluruh pekerja yang bekerja di perusahaan itu akan melakukan aksi demo. Mereka menuntut kejelasan akan libur dan pembayaran gaji serta THR mereka. ''Kami akan demo dari pagi hari,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement