REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, ditempatkan sebagai tokoh terpopuler 2013 berdasarkan survei Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG). Popularitas Jokowi (25,48 persen) jauh mengalahkan Prabowo Subianto (10,52 persen), dan Megawati Soekarnoputri (2,68 persen).
Direktur eksekutif SSSG, Fadjroel Rachman, mengatakan Jokowi populer karena karakternya yang dinilai rendah hati dan prorakyat. Sebagai seorang birokrat, Jokowi juga dikenal memiliki kemampuan komunikasi yang baik, tidak hanya dengan bawahannya, tetapi juga dengan lawan-lawan politiknya.
Jokowi, oleh responden, menurut Fadjroel, disebut berprestasi. Meski kebanyakan prestasi yang disebut adalah keberhasilannya memimpin Solo. Namun responden juga tidak melupakan prestasinya dalam waktu singkat di Jakarta. Mengeluarkan Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar.
Fadjroel menilai, Jokowi merupakan regenerasi kepemimpinan di Indonesia. Menurutnya, bila Jokowi tidak maju pada pemilu presiden 2014 nanti, generasi angakat Susilo Bambang Yudhoyono akan kembali berkuasa. "Regenerasi penting agar republik ini bisa dipimpin oleh pemimpin baru dengan sikap baru. Kemenangan Jokowi bukan hanya kemenangan rakyat tapi kemenangan regenerasi," kata Fadjroel di Jakarta, Rabu (24/7).
Meski masih menjabat sebagai Gubernur DKI, Fadjroel melanjutkan, bila masyarakat memang menginginkan Jokowi sebagai presiden, maka tak ada yang bisa menghalangi. Karenanya, PDI Perjuangan yang saat ini popularitasnya juga tengah menanjak harus mempertimbangkan betul untuk mengusung Jokowi sebagai capres.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, mengatakan popularitas belum tentu berbanding lurus dengan kualitas. Seseorang bisa populer karena dikenal banyak orang atau karena disukai banyak orang. Tetapi legitimasi publik, menurutnya, bukan jawaban dalam menjalankan demokrasi yang sehat.
"Kalau dalam musik, jazz itu musik elite berkualitas. Tinggi mutunya tapi tidak populer, yang nonton hanya berapa gelintir orang. Kalah populer sama dangdutnya Rhoma Irama," kata Hamdi menganalogikan.