REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politik disnati di Indonesia dinilai pengamat politik Muhammad Qodari tidak seluruhnya bercitra negatif. Menurutnya, ada aspek positif dari politik disnati.
"Saya melihat politik dinasti di Indonesia ada sisi positif dan negatif, tidak selamanya negatif," kata Margarito Kamis pada diskusi 'Dialog Kenegaraan: Fenomena Politik Dinasti' yang diselenggarakan DPD RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (23/7).
Menurut Qodari, politik dinasti tidak hanya ada setelah era reformasi, tetapi sudah tumbuh sejak era orde baru, yakni yang terpusat pada keluarga Soeharto atau keluarga Cendana. Di sekitar keluarga Cendana, menurutnya, tumbuh lagi politik dinasti lainnya yang melingkungi yang dikenal dengan kroni-kroni keluarga Cendana. "Namun, politik dinasti pada saat itu tidak begitu terbuka karena sistem politiknya memang belum terbuka," katanya.
Tetapi, pada era reformasi saat ini, kata Qodari, dinasti politik menjadi lebih populer dan sering menjadi sorotan masyarakat karena sistem politik di Indonesia sudah lebih terbuka. Direktur Eksekutif Indo Barometer ini menilai sisi positif politik dinasti terletak pada pemilihan kepala daerah serta kiprah kepala daerah.
Ia menjelaska, aspek positif politik dinasti, antara lain, figur yang tampil sebagai calon kepala daerah sudah lebih dikenal masyarakat dan sudah menjalani pendidikan politik di dalam keluarganya, sehinggasudah memiliki modal politik. Figur dari politik dinasti, menurut dia, sudah memiliki rekam jejak politik yang panjang sesuai dengan perjalanan keluarganya.
Sedangkan aspek negatifnya, menurut Qodari, sistem politik di daerah cebderung masih tertutup sehingga menyuburkan tumbuhnya politik dinasti. Figur dari politik dinasti yang menduduki jabatan sebagai kepala daerah juga rawan melakukan penyimpangan jabatan.
"Politik dinasti juga rawan terhadap pelanggaran meritokrasi. Misalnya, dalam daftar caleg, ada anggota keluarga politik dinasti yang bisa menggeser nomor urut caleg utama," katanya.
Ia mengatakan, menguatnya politik dinasti juga memberikan dampak mekanisme kontrol terhadap pemerintahan di daerah jadi berkurang. Menurut Qodari, Pemerintah telah mengantisipasi aspek negatif dari politik dinasti dengan menerbitkan peraturan pemerintah, yang isinya melarang keluarga inti untuk menjadi calon kepala daerah secara berturut-turut.
"Setelah seseorang selesai masa jabatannya sebagai kepala daerah, istri atau anaknya tidak bisa langsung tampil sebagai calon kepala daerah, tetapi harus ada selang satu periode," tutupnya.