REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta mengemukakan masih tingginya curah hujan berpotensi memicu terjadinya banjir lahar dingin Gunung Merapi.
"Sisa material erupsi pada 2010 dapat terdorong menjadi lahar dingin apabila curah hujan masih tinggi seperti saat ini," kata Kepala Seksi Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Sri Sumarti di Yogyakarta, Selasa (23/7).
Ia mengatakan, sesuai survei terakhir yang dilakukan oleh BPPTK, sisa material erupsi di puncak Gunung Merapi masih mencapai 77 juta meter kubik. Banjir lahar dingin, kata dia, sesuai jalur aliran akan berpotensi mengalir melalui seluruh sungai yang memiliki hulu di Merapi.
Sungai tersebut, antara lain, untuk jalur Selatan meliputi kali woro, Gendol, Opak, dan Boyong, sedangkan untuk jalur barat akan melalui Kali Krasak, Lamat, dan Pabelan. Sementara itu, menurut dia, tingginya curah hujan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap aktivitas merapi yang sebelumnya sempat mengeluarkan hembusan asap.
"Tinggi curah hujan tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap kondisi merapi. meskipun jumlah curah hujan tinggi namun tidak dapat memperlambat aktivitas yang saat ini aktif normal," katanya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofosika (BMKG) Yogyakarta memperkirakan bahwa selama musim kemarau hingga Oktober 2013, terjadi gangguang iklim jangka panjang yang membawa curah hujan yang tinggi melebihi kondisi normal. "Selama gangguan iklim jangka panjang maupun cuaca jangka pendek masih terjadi, maka selama kemarau tahun ini curah hujan masih melebihi kondisi normal," kata Kepala Pusat Data BMKG Yogyakarta, Tony Agus Wijaya.
Menurut dia, jumlah curah hujan pada musim kemarau yang berlangsung normal seharusnya kurang dari 50 milimeter per dasarian. Namun, mulai Juni hingga saat ini rata-rata curah hujan lebih dari 50 mm per dasarian.