Senin 22 Jul 2013 23:03 WIB

Ombudsman: Seluruh Kementerian Tak Sediakan Pelayanan untuk Difabel

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Mansyur Faqih
Ketua Ombudsman, Danang Girindrawardana (kiri) bersama anggota Ombudsman, Khoirul Anwar menyampaikan hasil observasi terhadap kinerja pelayanan publik khususnya pada unit pelayanan perizinan di 18 Kementerian di Jakarta, Senin (22/7).
Foto: Antara
Ketua Ombudsman, Danang Girindrawardana (kiri) bersama anggota Ombudsman, Khoirul Anwar menyampaikan hasil observasi terhadap kinerja pelayanan publik khususnya pada unit pelayanan perizinan di 18 Kementerian di Jakarta, Senin (22/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman merilis hasil survei observasi terhadap 18 kementerian dalam mematuhi UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Lima kementerian mendapatkan rapor merah karena belum mematuhi undang-undang tersebut.

Namun Ombudsman mencatat, seluruh kementerian ternyata tidak peka dalam memberikan dan menyediakan fasilitas untuk masyarakat difabel atau yang berkebutuhan khusus. "Semua unit pelayanan publik yang menjadi sampel survei ini tidak menyediakan sarana khusus bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus," kata Ketua Ombudsman, Danang Girindrawardana di Jakarta, Senin (22/7).

Ombudsman pun menyesalkan tidak pekanya seluruh kementerian dan unit pelayanan publik terhadap kebutuhan pelayanan masyarakat difabel. Padahal sesuai dengan UU Pelayanan Publik, penyelenggara pelayanan publik wajib memberikan perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu. Seperti penyandang cacat, lanjut usia, perempuan hamil, anak-anak, korban bencana alam dan korban bencana sosial.

Selain tidak peka dalam memenuhi pelayanan publik terhadap masyarakat difabel, Ombudsman juga merilis indikator lain dalam pelayanan publik. Misalnya ada sebanyak 42,9 persen unit yang tidak memajang standar waktu pelayanan di tempat-tempat yang mudah dilihat pengguna layanan. Sehingga memungkinkan adanya penguluran waktu dalam pengurusan perizinan.

Juga ada sebagian besar unit (85,7 persen) yang tidak memajang maklumat pelayanan. Situasi ini mengindikasikan tidak adanya komitmen yang dapat ditagih pengguna layanan kepada penyelenggara pelayanan. "Sebanyak 32,1 persen unit yang tidak memasang informasi biasa pelayanan. Hal ini dapat memicu terjadinya pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum penyelenggara pelayanan publik," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement