REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah bom low explosive meledak di Polsek Rajapolah Tasikmalaya, Jawa Barat. Meski tak menimbulkan korban jiwa, aksi ini membuat kepolisian semakin waspada.
Kelompok teroris diduga sebagai dalang dalam peristiwa tersebut. Pasalnya, para mujahidin salah kaprah ini memang sudah kerap kali melakukan perbuatan serupa di markas-markas polisi lainnya.
Pengamat pergerakan terorisme Al Chadidar mengatakan polisi memang sudah dianggap sebagai thogut. Yaitu, sesuatu yang harus dibinasakan karena melawan aturan Allah.
"Karena teroris merasa sudah sangat dirugikan oleh polisi yang menghalangi perjuangan mereka. Jadi teroris lebih senang menyerang markas polisi," kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (21/7).
Soal pemilihan markas polisi sebagai target serangan, Chaidar menjelaskan sesuatu yang menyiratkan aksi terorisme kini bukanlah berdasar pada Jihad Fisabililah. Dia berujar alasan dibalik kenapa teroris di Indonesia melenceng dari pakem mujahidin dunia yang kebanyakan menyerang simbol barat adalah persoalan materi.
"Dulu kenapa mereka suka menyerang simbol Amerika Serikat (AS) dan sekutunya karena mereka dapat pesanan dari Alqaidah yang mengucurkan dana ke jaringan teroris Indonesia, sekarang sudah tidak karena mereka tidak dikasih dana lagi," jelas dia.
Masalah materi ini menjadi penggerak teroris Indonesia menyerang bangsa sendiri dan bukan kafir yang sebelumnya selalu mereka dengung-dengungkan sebagai musuh utama. Chaidar memandang, teroris Indonesia sudah semakin kehilangan arah.
Jumlah anggota terus menipis, akses dengan teroris global kian sulit dan yang paling utama, kas mereka sudah tak lagi mendukung.