REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuannya, untuk mengawasi dana kampanye yang diterima caleg bukan gratifikasi.
Dalam rancangan Peraturan KPU tentang dana kampanye, caleg juga diwajibkan melaporkan dana kampanyenya. Mulai dari dana awal, penerimaan dan peruntukannya. Laporan itu akan dikoordinasi dan dimasukkan dalam laporan dana kampanye partai politik. Tetapi laporan caleg per orangan juga akan ditembuskan ke KPU,
Komisioner KP Hadar Nafis Gumay mengatakan, sumber dana kampanye yang penerimaannya diatur dalam UU Pemilu hanya mencakup penerimaan oleh partai politik. Sumbangan yang diterima dari per orangan maksimal berjumlah Rp 1 miliar. Sedangkan dari koorporasi atau kelompok maksimal Rp 7.5 miliar. Namun, aturan secara eksplisit mengenai batas maksimal sumbangan dana kampanye caleg belum ada.
"Masalahnya, caleg incumben yang terima dana kampanye dari luar dirinya masuk gratifikasi atau tidak jika di atas Rp 1 juta. Kami akan berkoordinasi dengan KPK untuk memastikan hal ini, untuk bedakan mana sumbangan mana gratifikasi, " kata Hadar di Jakarta, Kamis (18/7).
Pilihan lain, sambung Hadar, bisa saja sumbangan dana kampanye agi caleg ditiadakan. Artinya, dialihkan kepada sumbangan partai politik. Kemudian partai mendistribusikan sumbangan tersebut kepada caleg. Pembahasan peraturan dana kampanye memang belum tuntas. Pembahasan beberapa pasal antara Komisi II DPR dan KPU masih berjalan alot. Terutama menyangkut teknis pelaporan dana kampanye oleh caleg.
KPU masih perlu merapikan apa yang kurang dalam klausul teknis pelaporan dana kampanye. KPU, menurutnya, akan bekerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan lembaga akuntan lainnya. "Komisi II dan kami pun maunya bagaimana pelaporan dana kampanye bisa sesederhana mungkin," ucapnya.