REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Depok diwarnai dengan maraknya pungutan liar (pungli) bagi siswa baru.
Banyak siswa dari level SDN, SMPN hingga SMAN diharuskan membayar uang sumbangan yang dikutip atas nama Komite Sekolah. Uang sumbangan dipatok minimal Rp 5 juta-RP 10 juta.
''Modusnya pihak sekolah memanfaatkan Komite Sekolah untuk mengutip uang sumbangan tersebut. Praktek pungli ini sudah berlangsung cukup lama dan tidak ada tindakan sama sekali,'' ujar Turben Rando Oroh, pengamat pendidikan Kota Depok kepada Republika, di Depok, Jawa Barat (Jabar), Rabu (17/7).
Menurut Rando, banyak orang tua murid sebenarnya keberatan adanya sumbangan yang diminta Komite Sekolah, tapi kebanyakan orang tua murid menjadi dilema kalau tidak membri sumbangan karena takut anaknya akan diperlakukan tidak baik nantinya saat proses belajar mengajar berlangsung.
''Tidak ada aturan yang mewajibkan untuk membayar uang sumbangan tersebut, jadi sebaiknya orang tua murid harus berani untuk menolaknya dan jangan takut atau sebaiknya laporkan ke dinas terkait. Sumbangan itu bentuk lain dari pungli,'' tegas Rando.
Dari pemantauan Republika, banyak sekolah SDN, SMPN dan SMAN yang ada di Depok melakukan pungutan dengan dalih uang sumbangan yang dipungut Komite Sekolah. Besarannya berkisar RP 5 juta-Rp 10 juta.
Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Presidium Komite Anti Titipan Sekolah ( KASTI ) Kota Depok, D Kurniawan. Dia mengaku sering mendapatkan laporan dari beberapa orang tua yang menyatakan banyaknya pungutan liar yang dilakukan oleh pihak sekolah.
''Terdapat 50 laporan dan pengaduan yang masuk ke Sekretariat pengaduan KASTI. Laporan terbanyak adalah mengenai pungutan liar yang terjadi di sekolah pada masa pendaftaran siswa baru, ada indikasi pungli yang dilakukan pihak sekolah, kami sudah mengumpulkan bukti buktinya dan akan kami laporkan ke dinas terkait dan kejaksaan,'' ujar Kurniawan.