REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) akan lebih memprioritaskan pengembangan daerah melalui sektor perdagangan, bukan pertanian. Pertumbuhan ekonomi daerah lebih fokus pada sisi industri dan jasa.
Dalam acara Penguatan Sinergi Pemerintah–Masyarakat-Dunia Usaha Dalam management Bencana Alam dan Konflek Sosial di Jalan Balongsari Tama Tandes Surabaya belum lama ini, Gubernur Jatim, Soekarwo mengatakan, 66 persen pertumbuhan ekonomi Jatim diperoleh dari konsumsi kebutuhan masyarakat.
"Dan hanya 15,42 persen dari sektor pertanian," kata Soekarwo, Rabu (17/7).
Dia menyebutkan, dari angkat tersebut, sebanyak 30,4 persen merupakan konsumsi pulsa, listri, perbelanjaan pakaian. Kemudian 30 persen lainnya dari kebutuhan makan dan minum, sisanya 22,3 persen dari pedagangan.
Saat ini, kata Soekarwo, Jatim juga telah menjalin hubungan perdagangan antardaerah dengan 24 provinsi Indonesia. Produk unggulannya yaitu keperluan rumah tangga dengan nilai investasi Rp 238 triliun, dan mengalami surplus Rp 50,451 triliun. Sedangkan tahun lalu hanya sebesar Rp 208 triliun. "Berarti ada kenaikan yang signifikan," ujarnya
Untuk kinerja ekspor barang dan jasa ke luar negeri tahun 2011 nilainya Rp 200 triliun, dan tahun 2012 meningkat Rp 222 triliun, meningkat 3,53 persen. Kemudian, nilai Impor barang dan Jasa 2011 dari Rp 405 triliun menjadi Rp 473 triliun di 2012, naik 12,62 persen
Sampai dengan Triwulan I Tahun 2013, total realisasi investasi meningkat 21,32%, sedangkan total izin prinsip
meningkat sebesar 438,13%. Sebagai provinsi jasa, dia menambahkan, sistem infrastrukur Jatim juga harus diperkuat, sehingga tidak ada kesenjangan dalam pendistribusian. "Calon pemimpin Jatim harus paham tentang itu," katanya.