REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Bina Kependudukan bagi pendatang baru ke DKI Jakarta kurang efektif untuk menekan angka urbanisasi. Bina Kependudukan hanya dapat digunakan sebagai penertiban administrasi saja.
Pengamat Perkotaan Yayat Supriyatna menilai Bina Kependudukan hanya program jangka panjang untuk penertiban penduduk di DKI Jakarta. Penduduk DKI Jakarta terdapat dua kelompok secara de facto dan de yure.
"Ada penduduk DKI Jakarta yang tinggal di Jakarta dengan KTP DKI Jakarta dan penduduk DKI Jakarta yang tinggal di DKI Jakarta tidak memiliki KTP," ujarnya kepada Republika, Selasa (16/7).
Yayat mempertanyakan untuk siapa program tersebut ditujukan. Menurut dia, untuk penertiban administrasi kependudukan program tersebut efektif baik penduduk yang datang maupun yang telah menetap tetapi tidak memiliki KTP DKI Jakarta.
Dampaknya program tersebut memang dapat mengurangi jumlah penduduk yang bermigrasi. Tetapi pemprov DKI Jakarta seharusnya selektif dalam menerima pendatang.
Dia mencontohkan di Cina, penduduk dibolehkan menetap di Beijing ketika mereka telah memiliki pengalaman pekerjaan di Kota Kedua di dekatnya.
Artinya, Pemprov membolehkan penduduk untuk bermukim di Jakarta dengan membawa surat keterangan bekerja di daerah sekitar DKI Jakarta seperti Depok, Tangerang dan Bogor. Sehingga yang datang ke Jakarta bukan untuk menjadi gelandangan, pengemis maupun pengamen.
Mereka yang datang ke Jakarta harus mengetahui tenaga kerja seperti apa yang dibutuhkan Jakarta. "Jangan sampai mencari kerja di Jakarta tanpa kemampuan,"ujarnya.
Sedangkan untuk urbanisasi, Pemprov DKI Jakarta sebaiknya bekerja sama dengan daerah lain yang penduduknya banyak bermigrasi ke Jakarta. Pemerataan pembangunan di daerah tersebut harus ditingkatkan.
Sehingga penduduk tidak mencari pekerjaan ke luar daerah. Hal itu karena urbanisasi hanya mobilisasi penduduk untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.