REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengakui fungsi pengawasan yang dilakukan dalam tahapan sinkronisasi dan pemutakhiran data pemilih yang dilakukan Bawaslu masih mengahadapi banyak kendala.
Selain kesulitan mengakses data, Bawaslu baru mulai membangun sistem dan tata kerja dalam mengawasi data pemilih sementara (DPS).
"Kami memang belum masuk ke dalam sistemnya, dan mempercayakan sepenuhnya ke KPU. Sejujurnya kami masih membangun sistemnya," kata Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron, di Jakarta, Kamis (11/7).
Bawaslu belum memiliki sistem setara dengan yang dimiliki KPU, untuk membaca data elektronik. Dengan keterbatasan sistem yang dimiliki, terutama yang menyangkut basis data informasi, menurut Daniel, Bawaslu tetap melakukan pengawasan di lapangan.
Sayangnya, pengawasan yang dilakukan memang tidak seimbang dengan pemutakhiran data yang dilakukan KPU. Karena KPU melakukan sinkronisasi dan pemutakhiran hingga ke RT/RW yang dilakukan panitia pemutakhiran data pemilih (pantarlih).
Sedangkan di sisi lain, Bawaslu belum memiliki petugas pengawas pemilu lapangan (PPS). Sistem tata kerja Bawaslu baru tercipta dari pusat hingga ke kecamatan.
Apa lagi Bawaslu di beberapa daerah baru terpilih dan dilantik.Mau tidak mau, menurut Daniel, itu mempengaruhi kualitas pengawasan.Bawaslu juga belum sepenuhnya memiliki kemudahan akses data dan informasi dengan KPU. Kesulitan itu, masih dialami oleh Bawaslu di tingkat provinsi dan kabupaten.
"Bawaslu sampai hari ini gak punya pengawas pemilu lapangan, padahal pemutakhiran fokusnya di TPS. Kami belum punya metode dan cara, baru membangun," ujar dia.