Rabu 10 Jul 2013 22:36 WIB

Warga SubangKeluhkan Pencemaran Limbah Pertamina

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Djibril Muhammad
Asap hitam dari lapangan sumur minyak.  (ilustrasi)
Foto: Antara
Asap hitam dari lapangan sumur minyak. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Proses pengeboran gas oleh PT Pertamina (Persero), di Desa Cidahu, Kecamatan Pagaden Barat, menuai protes. Sebab, pengeboran itu berdampak pada pencemaran limbah udara. Akibatnya, warga desa tersebut banyak yang terserang penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cidahu, Syamhir Nurzaman, mengatakan, sejak 15 tahun yang lalu, PT Pertamina (Persero) melakukan pengeboran gas di desa ini. Sejak saat itu juga, udara di desa tersebut tercemar limbah. Bahkan, semakin parah akhir-akhir ini.

"Udara tak sedap itu tercium sepanjang hari," ujarnya, kepada sejumlah wartawan, Rabu (10/7).

Apalagi, jika matahari bersinar dengan teriknya atau saat cuaca mendung. Udara tak sedap dari limbah pengeboran itu langsung menusuk hidung. Warga yang menghirupnya akan merasakan sesak napas, serta batuk-batuk. Bahkan, ada yang mual serta muntah-muntah.

Tak hanya mencemari udara sekitar, limbah Pertamina yang keluar dari cerobong asap sumur pengeboran gas itu, juga mencemari sawah. Pasalnya, sawah di sekitar sumur pengeboran itu, sering terserang hama. Warga menuding, kondisi itu akibat limbah gas yang keluar dari cerobong tersebut.

Akan tetapi, Syamhir melanjutkan, pihak Pertamina diam saja melihat kondisi seperti itu. Sejauh ini, perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) tersebut tak pernah merespon keluhan soal limbah beracun yang selalu dilaporkan pihaknya itu.

"BPD adan Karang Taruna sudah beberapa kali melapor kondisi itu, tetapi tak ada tanggapan," ujarnya.

Ia menyebutkan, selama 15 tahun beroperasi, pihak Pertamina baru sekali melakukan pengobatan gratis. Seharusnya, perusahaan tersebut sering memberikan pengobatan gratis. Mengingat, warga Cidahu dirugikan dengan kegiatan pengeboran tersebut. Terutama, persoalan limbah udaranya.

Pihaknya pernah mengusulkan, supaya pengobatan gratis diberikan setiap enam bulan sekali. Akan tetapi, usulan tersebut juga tak pernah ditanggapi.

Secara terpisah, Kepala Biro Hubungan Masyarakat PT Pertamina Eksplorasi Produksi, Dian Hapsari, mengaku belum mendapatkan laporan ikhwal pencemaran udara di Desa Cidahu tersebut. Laporan itu, harus langsung dari kepala desanya.

Sebab, Pertamina dengan kepala desa sudah sepakat, jika ada apa-apa akan ditindaklanjuti. Dengan catatan, yang melaporkannya yaitu kades setempat. "Pihak yang bertanggung jawab di desa itu semuanya kepala desa," ujar dia.

Terkait dengan nyaris tak adanya aksi pengobatan gratis sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, Dian menyatakan sudah melakukannya sebanyak tiga kali.  Bahkan, yang terakhir kali digelar pada 2011 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement