REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak rumah sakit menyambut baik rencana kenaikan tarif Indonesia Case Based Groups (INA-CBG's) untuk biaya perawatan dan pengobatan untuk sejumlah tipe rumah sakit (RS). Namun demikian, mereka meminta agar tarif tersebut terus dievaluasi secara berkala.
Wakil Direktur RS Thamrin Abdul Barry Radjak mengatakan, evaluasi tarif secara berkala perlu dilakukan untuk menyesuaikan kenaikan biaya-biaya di masyarakat. Apalagi, kata dia, biaya operasional rumah sakit sudah meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi.
Dia mengatakan, pascakenaikan harga BBM bersubsidi, rumah sakit juga harus menyesuaikan upah para karyawan. Lebih dari itu, lanjutnya, biaya bahan makanan untuk pasien rawat inap juga sudah naik."Setiap enam bulan sekali harus dievaluasi," kata dia pada Republika, Rabu (10/7).
Barry juga berharap, tarif INA-CBG's untuk perawatan intensif juga naik. Sebab, lanjutnya, saat ini pemerintah baru mengcover biaya dari pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang dirawat inap di ruang kelas tiga. Sementara, seringkali ada pasien KJS yang harus menjalani perawatan di ruang intensif yang biayanya tentu lebih mahal.
"Dengan pola pembayaran INA-CBG's yang hanya mengcover sepuluh persen biaya di ruang intensif kami sangat keberatan," jelasnya.
Karenanya, Barry mengakui, RS Thamrin membatasi pasien KJS di ruang intensif. Namun, untuk pasien di ruang kelas tiga tetap dilayani seperti biasa.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyatakan tarif biaya perawatan dan pengobatan untuk sejumlah tipe rumah sakit akan dinaikkan. Hal itu dilakukan setelah banyaknya rumah sakit yang mengaku rugi akibat rendahnya tarif yang ditetapkan pemerintah.