REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sengketa lahan SMPN 289 Cilincing Jakarta Utara belum juga menemukan titik terang. Baik Pemda DKI mau pun Gubar, warga setempat, tetap bersikukuh memiliki hak atas tanah tersebut. Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Igo Ilham mengatakan, persoalan sengketa memang sering kali membingungkan.
Apalagi jika kedua pihak memiliki dokumen resmi atas tanah seluas 2,8 hektare itu. Karenanya, ia menyarankan agar sengketa tanah itu diselesaikan di pengadilan. "Karena yang bisa menentukan siapa pemilik sahnya kan pengadilan," kata dia pada Republika, Selasa (9/7).
Namun, lanjut Igo, jika memang pemda mau memberikan uang kerahiman sebagai bentuk kompensasi, maka harus dikonsultasikan dulu pada lembaga terkait. "Mesti dibicarakan dengan Badan Pertanahan, secara regulasi dibenarkan atau tidak," katanya.
Menurut Igo, banyaknya aset milik negara yang diklaim oleh warga disebabkan oleh tidak maksimalnya fungsi pemeliharaan. Sehingga aset yang sedemikian banyak terbengkalai. Apalagi jika aset tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen yang kuat, maka akan sangat mudah diklaim pihak lain. "Intinya masalah pengelolaan. Ini juga efek dari pemerintahan yang terdahulu," tambahnya.
Persoalan sengketa SMPN 289 bermula saat Gubar, ketua RT setempat, mengklaim tanah tersebut dan meminta ganti rugi sebesar Rp 2,2 miliar. Dia merasa berhak atas tanah tersebut karena telah menggarapnya sejak 1987.
Gubar bahkan memiliki surat keterangan dari Lurah Sukapura dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Kedua surat itu intinya mengatakan bahwa ia berhak mendapat kompensasi atas tanah yang digarapnya. Karena tak kunjung mendapatkan ganti rugi, ia memblokade jalan menuju sekolah yang akan menerima murid pada tahun ajaran baru ini.