REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berlangsung alot. Komisi I DPR harus melakukan voting untuk memutuskan sembilan nama komisioner yang baru.
Anggota komisi I Fraksi Partai Amanat Nasional, Muhammad Najib mengatakan mekanisme musyawarat mufakat sulit ditempuh lantaran masing-masing fraksi memiliki kepentingan. Menurutnya, kepentingan itu ada pada partai politik yang memiliki afiliasi tertentu dengan perusahaan media. "Tidak dapat dihindari ada partai tertentu yang berafiliasi dengan kepemilikan media tertentu," ujarnya di kompleks parlemen Senayan, Rabu (3/7).
Najib mengatakan tantangan besar komisioner KPI ada pada pengawasan konten media. Menurutnya saat ini aspek edukasi masih belum menjadi hal yang diperhatikan dalam berbagai tayangan televisi. Kebanyakan tayangan malah banyak mengandung muatan pornografi, kekerasan dan hiburan. "Bahkan sebagian hanya mengejar rating," ujarnya
Selain persoalan konten, PR besar para komisioner KPI pada keberanian mereka mengatur monopoli kepemilikan media. Menurutnya monopoli kepemilikan berimplikasi besar terhadap monopoli konten. "Jadi jangan ada monopoli konten," katanya.
Wakil Ketua Komisi I Agus Gumiwang mengatakan anggota komisioner terpilih mesti lebih mampu menjembatani kepentingan publik terhadap media. Hal ini agar kualitas penyiaran di Indonesia berkembang ke arah yang positif. "Yang terpilih bagus-bagus semua," ujarnya.
Media tidak boleh hanya mengedepankan sisi komersialitas. Agus mengatakan media mesti berperan positif terhadap bangsa dan negara. dalam konteks ini KPI mesti menjaga keseimbangan antara kepentingan publik dan industri. "Kita tidak boleh mematikan industri," katanya.