Rabu 03 Jul 2013 14:37 WIB

Di Sukabumi, BLSM Diprotes Para Janda

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Mansyur Faqih
  Warga berunjuk rasa menuntut pengawasan penyaluran bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) di Bundaran Hotel Indonesia (HI),Jakarta, Ahad (23/6).   (Republika/Aditya Pradana Putra)
Warga berunjuk rasa menuntut pengawasan penyaluran bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) di Bundaran Hotel Indonesia (HI),Jakarta, Ahad (23/6). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Belasan ibu rumah tangga di Kampung Gunung Guruh Desa Cibentang, Kecamatan Gunung Guruh, Kabupaten Sukabumi mendemo kantor desa, Rabu (3/7). Mereka memprotes pemerintah karena tidak dimasukkan dalam data penerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).

Para ibu-ibu yang kebanyakan janda ini geram karena penerima BLSM di kampungnya tidak tepat sasaran. Bahkan, penerima BLSM ada yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan warga yang seringkali beribadah haji. "Banyak warga miskin yang tidak memperoleh BLSM," ujar Suheni (58 tahun) yang ditinggal meninggal suaminya. 

Kondisi ini, kata Suheni, menyebabkan sebagian warga heran dengan proses pendataan yang dilakukan petugas. Padahal, seharusnya pemerintah menyalurkan BLSM kepada orang yang benar-benar membutuhkan.

Enur (46) menambahkan, warga miskin yang tidak memperoleh BLSM semakin terjepit kehidupannya akibat terkena dampak kenaikan harga BBM. "Pembagian BLSM yang dijanjikan pemerintah tidak bisa diperoleh karena tidak masuk data," keluh dia.

Enur pun meminta agar petugas yang melakukan pendataan bertanggung jawab atas kasus ini. Karena proses pendataan yang kurang akurat merugikan masyarakat, terutama warga miskin.

Camat Gunung Guruh, Yadi Mulyadi di hadapan para ibu-ibu mengungkapkan, data yang dipakai dalam penyaluran BLSM memang tidak sempurna. Diakui memang ada warga penerima BLSM yang tergolong mampu, seperti berstatus PNS atau tingkat ekonominya mapan.

"Data penerima BLSM diperoleh dari pemerintah pusat," ujar Yadi. Akibatnya, aparat di lapangan baik kecamatan maupun desa tidak bisa merubah data tersebut. Ia menjelaskan, proses pendataan dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak tiga kali sejak 2011. Namun, pendataan tersebut tidak sempurna karena banyak warga miskin yang tidak mendapatkan bantuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement