Kamis 27 Jun 2013 16:49 WIB

Penyakit Kaki Gajah Bisa Diobati dengan Antibiotik Biasa

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Heri Ruslan
Penderita kaki gajah (ilustrasi)
Foto: mulyadi.student.umm.ac.id
Penderita kaki gajah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Penyakit kaki gajah, selama ini masih menjadi momok menakutkan di negara-negara berkembang. Seperti di Indonesia, kasus penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria ini juga masih saja terus tumbuh.

Endang Sri Murni PhD, pakar parasitologi dari Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto yang dikukuhkan sebagai guru besar Kamis (27/6), menyatakan di Indonesia kasusnya mencapari ribuan orang.

Pada tahun 2000, hasil survei menyebutkan ada 6.233 kasus kaki gajah yang tersebar di 231 kabupaten di Indonesia. Sedangkan pada tahun 2009, kasus ini masih terus berkembang sehingga jumlah penderita meningkat menjadi 11.941 orang di 401 kabupaten/kota di Indonesia.

''Data ini membuktikan, penularan kasus penyakit kaki gajah yang disebabkan oleh cacing filaria ini masih terus berlangsung,'' kata Endang.

Menurutnya, penyakit yang ditandai dengan pembesaran ukuran kaki hingga disebut kaki gajah ini, terjadi akibat cacing hidup di kelenjar limfa di pangkal kaki dan menyebabkan terjadinya penyumbatan aliran limfa. 

Dia menyebutkan, sulitnya upaya memutus siklus penularan penyakit ini karena obat yang digunakan adalah obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). Banyak pasien penyakit kaki gajah enggan meminum obat ini secara rutin, karena menimbulkan efek samping cukup berat, berupa sakit kepala, sakit tulang atau otot, pusing, anoreksia, muntah, demam dan alergi.  

Sementara pada pengobatan massal penyakit kaki gajah di daerah endemis, mengingat efek sampingnya yang cukup berat, maka pemberian obat diturunkan dosisnya. Karena itu, untuk menuntaskan pengobatan juga dibutuhkan waktu yang lebih lama, sekitar 9 hingga 12 bulan.

''Metode pengobatan serta efek samping yang berat, akhirnya seringkali menyebabkan pengobatan pasien penyakit kaki gajah, menemui kegagalan. Baik karena pasien yang tidak mau meminum akibat efek samping, juga karena alasan bosan meminum obat setiap hari selama hampir setahun,'' jelasnya.

Kondisi ini, menyebabkan upaya penanganan kasus penyakit kaki gajah menjadi tidak tuntas. Dampak lanjutannya, parasit yang masih ada ditubuh pasien kaki gajah berpotensi untuk ditularkan pada orang lain, dengan perantara vektor berupa nyamuk.

''Hal inilah yang menyebabkan kasus penyakit kaki gajah terus mengalami pertumbuhan,'' katanya.Terkait kondisi tersebut, Doktor lulusan program studi Molecula Parasitology University of North Wales Inggris ini, menyatakan, upaya mematikan cacing filariasis penyebabkan penyakit kaki gajah, sebenarnya dilakukan dengan hanya memberikan obat antibiotik jenis tetracycline.

Dia menyebutkan, temuan bahwa obat tetracycline, diketahui setelah hasil penelitian terhadap cacing filaria menemukan adanya bakteri Wolbachia di organ reproduksi cacing.

Bakteri ini, berperan penting dalam proses moulting (ganti kulit) cacing filaria dalam proses pertumbuhan cacing filaria. ''Untuk itu, pengidap cacing filariassis yang menyebabkan penyakit kaki gajah sebenarnya bisa diatasi hanya dengan pemberian obat tetracycline,'' jelasnya.

Cara kerjanya, dengan membunuh bakeri Wolbachia yang menjadikan cacing filaria sebagai hospesnya, maka cacing itu akan mati.Endang menilai, upaya pengobatan atau pemutusan rantai siklus penularan penyakit kaki gajah dengan pemberian obat jenis antibiotik tetracycline, akan cukup efektif karena obat ini sudah diketahui aman digunakan, tidak memiliki efek samping yang berat dan harganya murah.

''Bahkan obat ini mudah didapatkan di warung-warung dan toko obat dengan berbagai jenis nama merek,'' jelasnya.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement