Kamis 27 Jun 2013 16:17 WIB

Pemerintahan Mendatang Harus Berkoalisi dengan Partai yang Kuat

Sidang Paripurna DPR-RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Sidang Paripurna DPR-RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq, mengungkapkan, pemerintahan yang akan datang tak cukup hanya ditopang sosok presiden yang popular. Menurut dia, pemerintahan yang baik harus tetap diperkuat partai koalisi untuk mengegolkan kebijakan di parlemen.

Berdasarkan hasil survei, kata Fajar, ada tiga partai yang diprediksi bakal memenangkan Pemilu 2014, yakni PDI Perjuangan, Golkar, dan Demokrat.

''Siapapun pemenangnya, harus koalisi dengan partai yang kuat," ujar Fajar, Kamis (27/6).

Menurut Fajar, jika PDI Perjuangan memenangi pemilihan legislatif dan Joko Widodo diusung sebagai calon presiden, maka figur cawapresnya harus berasal dari Demokrat atau Golkar.

''Untuk menggandeng Demokrat tentu agak sulit, karena akan mengusung capres pemenang konvensi. Golkar sebenarnya juga demikian, sudah memutuskan Aburizal Bakrie running for RI 1,'' ungkapnya.

Namun, kata dia,  perlu juga dilihat chemistry politik antara PDI Perjuangan dengan Golkar atau PDIP dengan Demokrat. Menurutnya, menarik untuk dikaji lebih jauh wacana Jokowi menggandeng tokoh Golkar.

Apalagi, kata dia, pola seperti itu sudah pernah terjadi pada 2004 saat SBY berpasangan dengan Jusuf Kalla. Saat itu, tutur dia, capres Golkar adalah Wiranto.

Menariknya, setelah jadi Wapres, JK terpilih sebagai Ketua Umum Golkar dan mengarahkkan partainya mendukung pemerintah.  "Pola ini kalau terjadi lagi, tidak terlalu mengejutkan. Artinya dalam tradisi Golkar, bukan satu larangan jika kader terbaiknya diambil partai lain. Ini jadi perpaduan unik. PDIP berlatar belakang oposisi, dan Golkar partai yang selalu di pemerintahan," paparnya.

Saat ditanya siapa tokoh Golkar pendamping Jokowi? Fajar mengatakan JK layak dipertimbangkan. Alasannya, kata dia,  JK punya dukungan kuat di internal Golkar dan sangat matang di pemerintahan. Apalagi, Fajar menambahkan, Jokowi-JK mewakili perpaduan Jawa dan luar Jawa.

"Kelemahan mereka berdua bisa ditutupi oleh kabinetnya nanti yang harus diwarnai kalangan profesional muda, birokrat tangguh yang bersih," tandas Fajar.

Wacana PDIP menggaet tokoh Golkar dipasangkan dengan Jokowi disampaikan Jeffrie Geovanie sebelumnya kalau partai Megawati itu memutuskan tidak berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Gerindra.

Tujuannya, menurut Board of Advisor CSIS itu, agar memiliki dasar mengambil alih Golkar pada munas 2015 dan kemudian berkoalisi dengan PDIP di pemerintahan.

Sebagai capres dari generasi baru, Jokowi harus dipasangkan dengan figur yang lebih senior, seperti Presiden Amerika Serikat Barack Obama dengan Joe Biden. Tokoh Golkar senior tersebut juga, sambung Jeffrie, sebaiknya mempunyai kemampuan diplomasi luar negeri yang baik, mengingat Jokowi akan fokus mengurus dalam negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement