Selasa 25 Jun 2013 22:00 WIB

BBM Naik, Pendapatan Sopir Angkot Menurun 30 Persen

Rep: MG02/ Red: Karta Raharja Ucu
Sejumlah angkutan umum memasang pengumuman daftar tarif sementara pasca kenaikan harga BBM bersubsidi di Terminal Depok, Jawa Barat, Ahad (23/6).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Sejumlah angkutan umum memasang pengumuman daftar tarif sementara pasca kenaikan harga BBM bersubsidi di Terminal Depok, Jawa Barat, Ahad (23/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para sopir angkutan umum di Ciputat, Tangerang, Banten, mengaku kehilangan pemasukan hingga 30 persen lantaran sebagian besar warga beralih menggunakan sepeda motor.

Kondisi itu terjadi pascakenaikan harga BBM bersubsidi. Hal itu diperparah dengan belum ditetapkannya besaran tarif angkot oleh pemerintah.

Seorang sopir angkot jurusan 08 Lebak Bulus-Pondok Getung, Aproni (46 tahun) membenarkan kondisi itu. Ia mengatakan, kebijakan yang ditetapkan pemerintah ini nantinya akan merugikan sopir angkot, maupun penumpangnya.

“Sebelum BBM naik, untuk setengah hari saya bisa nyetor Rp 70 ribu, tetapi sekarang cuma Rp 50 ribu. Padahal, tarif angkot ini belum resmi dinaikan, tapi masyarakat kayaknya sudah banyak yang tahu,” ujar Aproni kepada ROL, Selasa (25/7) dini hari.

Ia sangat menyayangkan lambannya pemerintah dalam mengambil keputusa. Sebab, beralihnya warga ke kendaraan pribadi, justru membuat Jakarta semakin macet.

“Seharusnya pemerintah tidak menetapkan kenaikan BBM kepada angkutan umum, jadi cuma pada kendaraan pribadi saja. Karena mayoritas penumpang angkot itu karyawan dan pelajar. Uang mereka cenderung pas-pasan sama seperti kami,” sebut Aproni.

Sopir angkot lainnya Fadli (31 tahun) berpendapat, kenaikan tarif angkot tidak sebanding dengan naiknya harga BBM. “Nggak sebanding sih sebenarnya kalau melihat harga BBM naiknya 40 persen, sedangkan tarif angkot naiknya hanya Rp 500 perak sampai seribu rupiah. Tetapi saya juga kasihan sama penumpangnya. Makanya saya juga nggak apa-apa kalau mereka bayar seperti biasanya,” tambah Fadli.

Meski tak sedikit yang beralih ke kendaraan pribadi, tapi banyak juga warga yang setia memilih angkot. Ati (75 tahun) contohnya. Ia memilih tetap menggunakan angkutan umum karena kenaikan tarif tidak terasa. “Kalau seribu rupiah doang sih saya masih nggak apa. Karena kan saya hanya berpergian jarak deket. Jadi ngapain kalau harus naik motor. Lebih mahal gitu,” kata Ati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement