Selasa 25 Jun 2013 20:50 WIB

KPK: Pengusaha Bisa Cegah Tindakan Korupsi

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad mengisyaratkan, para pebisnis dapat mencegah praktik suap, gratifikasi dan uang pelicin bagi kalangan pemerintahan.

"Mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Civil Society Organization (CSO) menerapkan tata kelola perusahaan yang baik," katanya di Medan, Senin (24/6) malam.

Hal tersebut ditegaskannya dalam workshop internasional hasil kerja sama antara KPK dan Trasparency International Indonesia bertajuk 'Memperkuat Integritas Antarsektor Publik dan Swasta dalam Mencegah Uang Pelicin dan Gratifikasi'.

Kegiatan tersebut merupakan rangkaian agenda Asia Pacific Ekonomic Cooperation (APEC) Anti-Corruption and Transparency Working (ACT-WG) 2013 yang berlangsung 24-26 Juni 2013.

Abraham mengatakan, workshop ini merupakan langkah awal KPK menyentuh sektor swasta untuk berperan aktif dalam pemberantasan korupsi. Para pegawai negeri/penyelenggara negara terikat pada Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang penyuapan dan gratifikasi.

Namun, jelasnya, di sisi lain belum ada regulasi yang mengatur tentang uang pelicin atau yang dikenal dalam istilah bisnis sebagai 'facilitation payment'.

"Penyuapan dan gratifikasi merupakan delik yang muncul asas supply and demand.Pengusaha ingin urusannya lancar dan cepat, sementara disisi lain pegawai negeri atau penyelenggara negara masih terkendala dengan rendahnya penghasilan dan kurang integritas," katanya.

Karenanya, Samad berpendapat, peran swasta sangat penting dalam pencegahan korupsi. Bagaimana sebuah korporasi membangun tata kelola perusahaan yang baik dan tanggung jawab perusahaan dalam pencegahan korupsi.

Ia menyebut, minimal ada tiga hal krusial di dalamnya, yakni bagaimana tanggung jawab atasan untuk tidak menyuruh bawahan melakukan korupsi. Dan ketiga, bagaimana perusahaan membangun sistem pencegahan korupsi dengan menerapkan program pengendalian internal, membuat aturan dan kode etik.

"Hal ini penting untuk menciptakan lingkungan bisnis yang bersih, transparan dan akuntable.Sebab korupsi dan penyuapan mendorong praktik persaingan yang tidak adil dan berdampak pada aspek perekonomian suatu bangsa," papar Abraham.

Peserta workshop terdiri atas anggota APEC, penyelenggara negara, para CEO dari perusahaan multinasional, nasional dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akademisi, CSO, praktisi hukum, nara sumber pakar dan organisasi internasional maupun praktisi lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement