Selasa 25 Jun 2013 20:21 WIB

Sidang PHK, Saksi TEPI Tak Berkutik

Palu hakim, ilustrasi
Foto: info.ngawitani.org
Palu hakim, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan migas asal Prancis, Total E&P Indonesia (TEPI), tak pernah mengkomunikasikan rencananya memberhentikan Judith J Navarro Dipodiputro sebagai Vice President Corporate Communication, Government Relations and CSR kepada BP Migas, lembaga yang berwenang saat itu.

Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan perselisihan pemutusan hubungan kerja antara TEPI sebagai penggugat, dan Judith sebagai tergugat di Pengadilan Hubungan Industrial, Jakarta, Senin (24/6). Keterangan itu merupakan kesaksian dari Bayu Parmadi, Manager Human Resources TEPI yang dihadirkan penggugat sebagai saksi.

Bayu mengakui, ketika Judith pertama kali bekerja, perusahaan yang menjadi kontraktor Migas di Blok Mahakam bersama perusahaan Inpex Corporation dari Jepang itu meminta izin kepada BP Migas untuk mempekerjakannya sebagai Vice President Corporate Communication, Government Relations and CSR. Sedangkan tentang alasan efisiensi dan reorganisasi yang menyebabkan jabatan Judith dihilangkan, sepengetahuan Bayu, perusahaan tidak pernah meminta izin BP Migas.

"Sepengetahuan saya belum ada," ujar Bayu dalam sidang yang ke-13 kalinya digelar PHI.

Kuasa Hukum Judith mengatakan, sebagai sebuah perusahaan migas, TEPI terikat pada aturan yang tercantum dalam Pedoman Tata Kerja BP Migas No.018/PTK/X/2008 Revisi I tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia Kontraktor Kerja Sama. Reorganisasi yang menjadi alasan TEPI, semestinya dilaporkan dan mendapatkan persetujuan lebih dulu dari BP Migas, yang pada saat itu merupakan badan pemerintah yang mengatur penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha  hulu migas.

Sebelumnya perkara ini dibawa ke PHI oleh TEPI, Mediator Hubungan Industrial (MHI) yang memediasi sengketa ini menganjurkan TEPI mempekerjakan kembali Judith. MHI menyatakan, alasan TEPI mengakhiri hubungan kerja berdasarkan pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan atas dasar efisiensi, tidak dapat dipertimbangkan.

Sebab, putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU-IX/2011 telah membatalkan pasal tersebut. Pasal itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena efisiensi yang jadi alasan TEPI, pada kenyataannya bukan dalam rangka pengusaha melakukan penutupan terhadap usahanya.

Di hadapan Majelis Hakim, Bayu mengakui perusahaannya memang tidak sedang merugi. Tidak ada pengurangan wilayah operasi atau penutupan wilayah kerja yang menyebabkan TEPI mengalami kerugian. Malahan, TEPI melakukan ekspansi lapangan migas baru.

Soal izin dari BP Migas untuk memutasi karyawan ini juga sempat dipertanyakan anggota Majelis Hakim. Mengapa TEPI tidak mengajukan izin lebih dulu sebelum memindahkan posisi pekerja.

Saksi menjawab, sepengetahuannya aturan BP Migas tersebut hanya bersifat pedoman, tidak ada sanksi jika pedoman itu tidak dijalankan. “Anda yakin, begitu,” tanya hakim. “Sepengetahuan saya begitu," ujar Bayu.

Selanjutnya, majelis hakim mencecar Bayu, sejak kapan muncul ide reorganisasi dan efisiensi yang berujung pada upaya PHK terhadap Judith. Bayu mengaku, ide reorganisasi muncul sekitar 2011 ketika fungsi CSR yang ada dibawah kendali tergugat ditarik. Hal ini kemudian berlanjut dengan rencana menghapus jabatan yang dimiliki Judith, sekitar akhir 2011.

Majelis hakim sempat mencecar saksi dengan pertanyaan tentang apa sebenarnya alasan mendasar TEPI melakukan PHK terhadap pekerja. Apakah semua ini memang diskenariokan sejak semula untuk memberhentikan pekerja.  “Posisi jabatannya dihilangkan sekaligus tenaga kerjanya dihilangkan,” ujar Bayu.

Lebih jauh majelis hakim bertanya, kalau jabatan pekerja dihilangkan, apa tidak bisa pekerja dipindahkan ke jabatan yang lain. Apakah tidak ada kompromi dan sosialisasi sebelumnya? Atau perusahaan memang sejak semula memang berniat ingin menyingkirkan pekerja? Lantas,  apa alasannya? Apa pekerja berbuat salah?

Bayu sempat terdiam dengan cecaran pertanyaan itu. “Jadi apa sebenarnya alasan PHK ini?” tanya hakim. “Reorganisasi, Pak Hakim,” ujar Bayu.

Dalam memberikan keterangannya, Bayu tidak disumpah, karena pihak kuasa hukum Judith dari OC Kaligis keberatan saksi memberikan keterangan di bawah sumpah. Alasannya, saksi adalah karyawan dari TEPI yang posisinya lebih rendah dari jabatan yang dimiliki Judith. Keberatan itu dikabulkan Majelis Hakim yang diketuai Dwi Sugiarto SH.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement