Ahad 23 Jun 2013 21:52 WIB

TKI Taiwan Bangun Kompleks SMP Islam Terpadu

Rep: Muhammad Subarkah/ Red: Heri Ruslan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Foto: Antara/Ismar
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Bekerja di Taiwan tak menyurutkan para TKI asal Banyuwangi Jawa Timur untuk beribadah dan terus mengeluarkan infak.

Meski dari iuran sederhana yang nomimalnya minimal Rp 60 ribu mereka kini bisa membangun sebuah kompleks SMP NU senilai Rp 600 juta di dusun Sombar, desa Tampo, kecamatan Cluring, Banyuwangi.

"Ya ini uang yang terkumpul dari iuran seikhlasnya para teman TKI di Taiwan. Melalui arisan ada yang nyumbang Rp 60 ribu, Rp 100 ribu. Pokoknya seikhlasnyalah. Akhirnya setelah terkumpul selama setahun akhirnya uang sebanyak itu dibuat untuk membangun SMP ini, '' kata mantan TKI asal Taiwan di Banyuwangi, Siti Nur Aisyah, Ahad 23/6)m

Menurut Siti dengan jumlah TKI Taiwan asal Banyuwangi yang mencapai puluhan ribu maka dana iuran yang terkumpul jumlahnya cukup lumayan besar. Uang sebesar Rp 600 juta dapat terkumpul hanya dalam waktu satu tahun saja.

"Nah untuk membangun SMP ini kebetulan kyai di kampung kami mempunyai tanah wakaf yang lumayan luas. Maka di sanalah sekolah kami akan dibangun," ujarnya.

Nur menceritakan bekerja menjadi penata laksana rumah tangga di Taiwan memang cukup menyenangkan. Selain bergaji lumayan mencapai Rp 4 juta per bulan, bekerjanya lebih ringan, mereka pun diberlakukan dengan baik. Mereka mendapat libur secara rutin. Selain itu setiap pekan para TKI menggelar pengajian.

''Bahkan sambil kerjsa kami bisa mendengarkan tausiyah melalui telepon. Kalau malam hari kami juga bisa mengarkan orang mengaji. Kelompok pengajian kami malah kerap mengudang dai kondang seperti Ustaz Jefri Al Buchori, Neno Warisman, penyanyi Opick dan Sulis. Bahkan kyai dari kampung kami sendiri kerap diundang ke sana," tegas Nur.

Senada dengan Nur, mantan TKI lainnya, Yenny, selain berpenghasiln lumayan kehidupan dan keseharian TKI diperantauan cukup terjaga. Mereka juga bisa beribadah dengan leluasa. Pihak majikan tidak menghalangi mereka ketika hendak melakukan shalat atau mengadakan pengajian. Jadi kebanyakan mereka betah bekerja di Taiwan.

"Saya hanya tahan dua tahun kerja di Arab Saudi. Di Taiwan saya malah kerja sampai enam tahun. Di sana enak. Bisa pergi bebas ke mana-mana. Beda dengan di Arab yang dilarang pergi dan dikaji jauh lebih kecil. Saya ingin balik ke Taiwan lagi, tapi suami sudah tak mengizinkan," kata Yenny.

Yenny mengaku sebagai hasil kerja di Taiwan dirinya kini sudah bisa membangun rumah permanen. Beberapa bidang lahan sawah yang cukup luas juga sudah terbeli. Kini bersama suaminya tengah merintis kerja wirsawasta."Saya beruntung. Pernah punya kerja yang bagus di Taiwan dan punya suami yang baik. Lebih beruntung lagi kini kami punya SMP Islam sendiri," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement