Rabu 19 Jun 2013 16:00 WIB

BBM Naik, Warga Perlu Transportasi Murah

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: A.Syalaby Ichsan
Warga menggunakan jasa Metromini di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Jumat (5/10). Tidak adanya badan hukum Metromini yang dikelola secara perorangan, membuat izin trayek angkutan umum tersebut terancam dicabut Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta.
Foto: Republika/Adhi.W
Warga menggunakan jasa Metromini di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Jumat (5/10). Tidak adanya badan hukum Metromini yang dikelola secara perorangan, membuat izin trayek angkutan umum tersebut terancam dicabut Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebutuhan rakyat akan transportasi yang murah tidak bisa dihindarkan. Apalagi, dengan adanya kenaikan harga BBM.

Pemerhati transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyayangkan transportasi murah belum direspon oleh sebagian besar bupati, wali kota dan gubernur di Indonesia.

"Untuk membangun transportasi tersebut harus kerja keras, ikhlas dan cerdas," ujar Djoko, kepada Republika, Rabu (19/6).

Menurut dia, sebagian besar pejabat daerah hanya memahami bahwa untuk menciptakan transportasi yang efisien hanya bergantung pada infrastruktur jalan raya. Transportasi umum, kata dia dipandang kurang begitu penting.

Khusus di wilayah DKI Jakarta, ia cukup mengapresiasi adanya perbaikan dalam hal fasilitas transportasi. Pemda sudah mulai menertibkan pedagang kaki lima untuk menambah kapasitas jalan. Selain itu, penambahan armada bus trans-Jakarta menurut dia juga sudah lebih banyak dibandingkan sebelumnya.

Dalam sebuah penelitian, kata dia, masyarakat menengah ke bawah di Indonesia menghabiskan sekitar 25-30 persen dari pendapatan per bulan untuk biaya transportasi. Padahal, standar Bank Dunia umumnya biaya transportasi hanya sekitar 10 persen dari pendapatan.

Di Cina, presentasi transportasi terhadap pendapatan hanya 7 persen. Singapura bahkan bisa menekan pengeluaran untuk transportasi hanya sekitar 3 persen dari pendapatan.

Kenaikan BBM, kata dia bisa membuat beban terhadap ongkos transportasi makin tinggi jika pemerintah tidak menyediakan transportasi murah. Djoko menjelaskan, di luar negeri, semua transportasi umum mendapat insentif dari negara. Sementara, kendaraan pribadi diberikan disinsentif.

Insentif yang diberikan untuk kendaraan umum antara lain berupa subsidi BBM. Pemerintah setempat umumnya mempermudah perizinan dan pembebasan bea masuk. Bagi kendaraan pribadi, dikenakan disinsentif berupa tarif parkir yang mahal. Pajak kendaraan juga dikenakan dengan tarif yang cukup tinggi.

Bunga bank untuk kredit kendaraan pribadi, kata dia sangat tinggi. Sementara, di Indonesia justru sebaliknya. Bunga kredit untuk pembelian kendaraan pribadi lebih rendah dibandingkan untuk kendaraan umum. Untuk bajaj, misalnya, bunga kredit mencapai 9-10 persen.

"Harus disadarkan kepada badan eksekutif dan legislatif akan pentingnya transportasi massal itu," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement