Senin 17 Jun 2013 22:59 WIB

Sekolah dari SD Hingga SMA di Purwakarta, Gratis

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Djibril Muhammad
Sekolah Gratis
Sekolah Gratis

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, keluarkan payung hukum tentang biaya sekolah gratis pada tahun ajaran baru 2013-2014 ini. Jadi, siswa lulusan SD sampai SMA dan sederajat, seluruhnya bisa masuk sekolah tanpa harus terganjal persyaratan administrasi dan biaya.

Dengan kebijakan ini, diharapkan seluruh siswa bisa melanjutkan pendidikannya. Sehingga, program wajib belajar sampai 12 tahun bisa terealisasi dengan baik.

"Tadi pagi, seluruh kepala sekolah SD sampai SMA baik negeri maupun swasta sudah dikumpulkan, untuk membahas kebijakan baru tersebut," ujar Dedi, kepada Republika, Senin (17/6).

Dedi menyebutkan, landasan dikeluarkannya peraturan bupati mengenai sekolah gratis ini, karena selama ini banyak masalah yang mendera orang tua siswa setiap tahun ajaran baru.

Pertama, persoalan biaya sekolah yang relatif mahal. Kedua, persyaratan administrasi. Seperti, akta kelahiran calon siswa baru tersebut.

Persoalan-persoalan itu, tentunya menghambat orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Makanya, banyak anak usia sekolah, terutama lulusan SMP yang tidak melanjutkan ke SMA. Padahal, jenjang sekolah menengah atas itu diwajibkan bagi anak usia sekolah tersebut.

Dengan kondisi seperti itu, ia melanjutkan, Pemkab Purwakarta mengeluarkan terobosan baru. Yakni, seluruh lulusan SD dan SMP harus melanjutkan pendidikannya. Mulai tahun ajaran baru ini, seluruh persyaratan administrasi dan biaya sekolah dihapuskan.

Calon siswa baru tak perlu melampirkan akta kelahiran. Mereka juga, tak perlu membayar uang pangkal serta SPP. Semuanya, gratis. Begitu pula tes masuk akan ditiadakan. Sekolah tidak lagi menggunakan pola passing grade untuk menerima calon siswa barunya.

Guna mengantisipasi terjadinya dampak negatif atas kebijakan baru ini, Dedi mengaku, saat ini sedang dirumuskan formula solusinya.

Misalnya, untuk mengatasi pendaftar yang membludak di salah satu sekolah, sedangkan sekolah lain sepi peminat, maka pola yang berlaku yaitu memprioritaskan calon siswa baru asal kecamatan tersebut.

Dedi menyontohkan, seperti di SMAN 2 Purwakarta, pendaftar lebih dari 500 siswa, sedangkan di SMAN 1 Cibatu, kurang pendaftar, maka SMAN 2 harus memberlakukan pola domisili. Sekolah tersebut, harus mengutamakan calon siswa baru yang berdomisili di Kecamatan Purwakarta saja.

Calon siswa dari kecamatan lain, harap dikembalikan lagi ke daerahnya. Supaya, sekolah di kecamatan itu kebagian calon siswa baru. Pola seperti ini, hampir mirip dengan sistem zonase.

"Kami ingin, ada pemerataan antar sekolah. Jangan sampai ada sekolah yang tidak kebagian siswa," katanya menjelaskan.

Terkait dengan upaya sekolah untuk menambah sarana dan prasarana, Dedi menyebutkan, solusinya pemkab akan membantu sekolah itu. Sekolah butuh apapun, termasuk ruang kelas baru, pemkab akan membantunya. Sekolah yang sudah mengajukan bantuan, dilarang memungut apapun dari orang tua siswa.

Akan tetapi, ia mneambahkan, pemkab tidak akan melarang jika ada orang tua siswa yang akan berpartisipasi dalam pembangunan sekolah. Namun, partisipasi itu diatur. Tidak boleh dalam bentuk uang. Melainkan berbentuk barang.

Misalkan, salah satu sekolah sedang membangun ruang kelas baru, atau sarana ibadah, bila ada orang tua yang akan membantu, tetap dipersilahkan. Asalkan bantuannya dalam bentuk fisik. Seperti, semen, batu bata, pasir, atau keramik.

"Namun, saya tegaskan lagi tidak boleh berdasarkan ketentuan sekolah. Bantuannya harus dari keikhlasan dan kemampuan orang tua itu sendiri," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement