REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika menilai dalam konteks revisi Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), domainnya berasal dari pemerintah.
Oleh sebab itu, Pasek menilai tidak mungkin ada postur APBNP tandingan termasuk dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). "Ini berbeda dengan UU di luar APBNP sehingga tidak memadai," ujar Pasek.
Menurut Pasek, sudah selayaknya Rapat Paripurna DPR hari ini, Senin (17/6), segera mengambil keputusan. Seluruh keputusan tentu untuk kepentingan rakyat. "Tapi, perspektif mana yang diterima masyarakat," kata Pasek.
Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ario Bima mengatakan postur APBNP tandingan yang diajukan PDIP disebabkan adanya keinginan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Ario menilai terdapat konstruksi pemikiran yang salah dari klaim pemerintah. Pemerintah menyebut 80 persen yang menikmati subsidi BBM adalah orang mampu. "Saya katakan tidak benar," kata Ario.
Menurut Ario, sebagian besar pengguna BBM subsidi adalah rakyat kecil yang menggunakan sepeda motor sebesar 40 persen. "Itu fakta data dari BPS," ujar Ario.
Lebih lanjut, Ario mengatakan kenaikan harga BBM subsidi tak bisa dilepaskan dari mindset liberalisasi ekonomi. Dengan demikian, BBM adalah hak rakyat untuk menggunakannya sehingga tak dapat dianggap sebagai beban anggaran.
"Ini sangat bertentangan dengan konstitusi. PDIP tidak asal menolak tapi memberikan alternatif," katanya menegaskan.