REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Mahasiswa, ormas atau masyarakat yang menggelar aksi menolak kebijakan pemerintah menaikan bahan bakar minyak (BBM), diminta tidak membakar simbol-simbol negara agar tidak berdampak kepada tuntutan hukum.
Dandim Surakarta Letkol Inf Ujang Darwis mengatakan hal itu di sela-sela menyaksikan aksi demo dari gabungan mahasiswa, BEM UMS, GMNI, IMM, PMII, KAMI dan masyarakat di Bundaran Geladag Solo, Senin (17/6).
"Silahkan menggelar aksi tetapi juga harus tertib dan tidak mengganggu kepentingan masyarakat umum. Apalagi membakar simbol-simbol negara jelas itu dilarang. Ya semua itu kan sudah ada aturannya itu harus ditaati," katanya.
Aksi tersebut dengan korkap Wahyudin itu awalnya menutup separu bahun jalan Slamet Riyadi yang digunakan untuk orasi memprotes kebijakan pemerintah yang akan menaikan BBM. Setelah orasi berlangsung beberapa saat, mereka terus melakukan penutupan jalan, sehingga membuat arus lalu lintas di jalan tersebut macet total, selama beberapa saat.
Setelah dilakukan negoisasi dengan petugas jalan bisa dibuka lagi separo bahu jalan. Aksi ini juga sempat terjadi ketegangan dengan aparat keamanan, karena diduga ada salah satu peserta aksi membakar simbol negara.
Peserta aksi tersebut menolak kenaikan harga BBM dengan berbagai alasan. Menuntut pemerintah agar segera melaksanakan alternatif mensetabilkan harga-harga kebutuhan rakyat, nasionalisasi aset-aset bangsa Indonesia. Kembalikan pasal 33 UUD 1945 seperti sebelum amandemen, hapuskan UU No.27 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU titipan asing lainnya. Berantas korupsi serta miskinkan koruptor, keadilan APBN untuk rakyat, bukan belanja pejabat dan kemandirian pengelolaan Migas dan berantas penjualan minyak ilegal.
Peserta aksi setelah puas menytampaikan orasi, terus membubarkan diri dengan tertib.