REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM yang akan ditetapkan pada pekan depan.
Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan KSPI dengan tegas menolak rencana pemerintah menaikan harga BBM disertai dengan pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
"Kami menolak kenaikan harga BBM dan pemberian BLSM yang membodohi rakyat," ujar Said Iqbal pada konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/6).
Menurut Said Iqbal, menaikan harga BBM dengan alasan beban subsidi BBM yang menjadikan APBN membengkak, merupakan tindakan yang tidak prorakyat kecil termasuk buruh.
Dia menilai kenaikan harga BBM dari Rp 4500 menjadi Rp 6500 per liter untuk premium akan membuat daya beli buruh menurun 30 persen dari kenaikan UMP sebesar Rp 500-700 ribu.
"Dengan kata lain kenaikan UMP beberapa waktu lalu menjadi sia-sia karena naiknya harga BBM ini," ujarnya.
Said Iqbal, menuturkan pemberian BLSM Rp 150 ribu/ bulan/ keluarga terbilang minim karena setiap orang, jika dalam keluarga tersebut terdiri dari empat orang, hanya mendapatkan Rp 1250/ orang/ hari.
Sedangkan kenaikan BBM Rp 2000/ liter diiringi kenaikan harga sembako, transportasi, dan biaya sewa tempat tinggal yang jika dihitung tidak kurang dari Rp 400 ribu/ keluarga.
"Rakyat miskin akan tekor Rp 250 ribu per bulan jika subsidi BBM diganti BLSM. BLSM hanya akan diberikan selama 5 bulan sedangkan imbas dari kenaikan BBM akan selamanya dirasakan rakyat miskin dan buruh," tutur Said Iqbal.
Said Iqbal juga menyayangkan kenaikan harga BBM diberlakukan menjelang bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri di mana kenaikan harga akan semakin berlipat-lipat. Inflasi pun juga akan terus naik dan rakyat miskin terutama di pedesaan akan menderita dan semakin bertambah jumlahnya secara absolut.
"Naiknya harga BBM hanya akan membuat buruh dan rakyat miskin semakin miskin secara sistemik," kata dia.
Lebih lanjut Said Iqbal menuturkan alasan pemerintah menaikan harga BBM karena defisit anggaran APBN, merupakan bukti dari kegagalan pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Pemerintah, menurut dia, gagal dalam mengoptimalkan potensi pajak.
"Dari 60 juta orang dengan penghasilan kena pajak baru sekitar 8,8 juta atau 14,7 persen yang membayar pajaknya dan dari 5 juta badan usaha yang wajib pajak baru 520 ribu atau 10,4 persen saja yang membayar pajaknya," jelas Said Iqbal.
Said Iqbal pun menilai rencana pemerintah memberikan BLSM sebagai pengganti subsidi BBM kepada rakyat miskin sarat kepentingan politis.
Menurut dia, pemberian BLSM ini hanya sebagai ajang partai penguasa untuk mencari simpati masyarakat apalagi tahun 2013 sudah memasuki masa kampanye untuk para calon legislatif.
"Artinya dengan menaikan harga BBM dan pemberian BLSM hanya untuk kepentingan para politisi dan pencitraan pejabat di mata rakyat," kata Said Iqbal.