REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di banyak negara berkembang, di mana pilar-pilar politik dan demokrasinya belum matang dan kokoh, banyak kegiatan-kegiatan politik di berjalan atas dukungan dana dari sumber yang bermasalah. Hal ini, menurut Ketua DPR, Marzuki Alie, yang berimbas kepada proses politik berikutnya. Mulai dari sinilah sumber pokok permasalahan bermula.
“Hal ini terus berlanjut pada tahap dan tingkat berikutnya, sehingga membangun lingkaran setan korupsi dan ketidakamanahan dari berbagai pejabat publik di banyak tingkatan," ujar Marzuki dalam pernyataannya di Workshop National Chapter GOPAC Indonesia di Jakarta, Kamis (13/6).
Dikatakannya, tidak sedikit persoalan terkait korupsi juga menjadi alat sandera politik serta negosiasi atau kompromi politik terhadap pihak lain. Kondisi inilah yang memunculkan beragam dampak yang merugikan bagi rakyat, negara, dan pembangunan nasional.
DPR, menurutnya, tidak pernah menutup mata terhadap persoalan korupsi di Indonesia, khususnya yang terkait pendanaan kegiataan politik. DPR, lanjutnya, memberi perhatian lebih agar praktik korupsi politik bisa dicegah. Secara umum, dia berpendapat bahwa tugas utama parlemen atau lembaga DPR dalam hal ini adalah untuk menyediakan atau memberikan aturan-aturan perundang-undangan yang tidak memungkinkan terjadinya tindak pidana korupsi di berbagai tingkatan pejabat publik.
Ada langkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi ini. Menurutnya, selain tindakan represif tegas terhadap pelaku, juga diperlukan langkah pencegahan dan mekanisme sosialisasi di berbagai kalangan. "Ini untuk mengampanyekan bahwa korupsi itu sebagai tindakan yang memalukan (embarassing acts), kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime), dan aib yang berat dan turun-temurun dalam pandangan masyarakat bagi diri pelaku koruptor, keluarga dan organisasinya,” tambahnya.