REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menanggapi kasus polwan yang ingin memakai jilbab namun tidak diizinkan oleh pihak Polri, Majelis Ulama Indonesia (MUI) siap melakukan pembelaan.
Sekretaris MUI Welya Safitri mengatakan pihaknya telah menerima surat resmi pengaduan keinginan polwan berjilbab yang tidak dikabulkan oleh Polri tersebut. "(Surat) itu sudah kami proses," katanya di kantor MUI, Jakarta, Kamis (13/6).
MUI membahas pengaduan melalui surat tersebut dalam rapat pimpinan harian MUI. Rencananya, pekan depan MUI akan menggelar rapat pleno untuk membicarakan masalah keinginan polwan berjilbab.
Menurut Welya, keinginan polwan muslim memakai busana muslimah tidak boleh dilarang. Apalagi jika polwan tersebut juga tidak langsung bekerja di jalan, namun hanya sebagai administrasi atau di dalam kantor saja.
Welya mengaku miris dengan aturan Polri yang tak kunjung diubah tersebut. Menurutnya, Polri harus mencontoh instansi lain yang telah mengijinkan stafnya menggunakan jilbab dan tak menganggu aktivitas dan pekerjaan mereka.
"Bahkan perbankan asing yang pimpinannya non muslim saja mengizinkan," ujar Welya.
Jika rapat pleno yang akan dihelat pada pekan depan tuntas, tahap selanjutnya yaitu MUI akan membuat surat imbauan kepada Polri agar mengizinkan polwan muslim mengenakan jilbab.
Setelah surat tersebut dikirim, Welya berharap Kapolri segera mengindahkannya. Kemudian membuat aturan baru yang sesuai dengan usulan yang diberikan oleh MUI.