Selasa 11 Jun 2013 16:20 WIB

SBY dan Megawati Percaya Hasil Survei Ilmiah

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri (kanan), didampingi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (kiri) berpidato dalam acara Peringatan Hari Lahir Pancasila di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (1/6).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri (kanan), didampingi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (kiri) berpidato dalam acara Peringatan Hari Lahir Pancasila di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (1/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Transformation Studies (Intrans) Saiful Haq, menilai Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono memiliki kesamaan dalam cara menentukan sikap politik. 

Menurut Saiful Haq, ketua umum DPP PDI Perjuangan dan ketua umum DPP Partai Demokrat itu percaya terhadap temuan lembaga survei yang menggunakan metodologi ilmiah.

"Ini berbeda dengan tokoh-tokoh senior lain yang tidak percaya pada metodelogi ilmiah dalam menentukan pilihan politik," ujar Saiful Haq, Selasa, (11/6).

Karena itu, jelas Saiful Haq, dengan elektabilitas Joko Widodo yang moncer berdasarkan hampir semua rilis lembaga survei, Megawati akan memilih Gubernur DKI Jakarta itu sebagai capres PDIP. 

Menurut dia,  Megawati  saat ini sedang gencar menyiapkan kader mudanya untuk jadi pemimpin.

"Ibu Mega sudah melakukan itu dengan mencalonkan kader-kader mudanya, misalnya Ganjar Pranowo di (Pilgub) Jawa Tengah, dan Rieke Diah Pitaloka di Jawa Barat. Saya pikir itu menunjukkan Mega sedang menyiapkan generasi lapis baru PDIP. Itu sangat positif untuk perkembangan politik Indonesia," jelas Saiful Haq.

Apalagi, imbuh Saiful Haq, kalau Mega tidak ingin lagi jadi oposisi, tidak ada jalan lain kecuali mencalonkan Jokowi. 

"Kalau dia mengumumkan capresnya sebelum pemilihan legislatif 2014, PDIP diyakini menjadi pemenang mayoritas," imbuhnya.

SBY pun, kata Saiful Haq, sejak Pilpres 2004 lalu sampai saat ini, secara konsisten percaya dan terus mengamati hasil-hasil  survei yang ada. Pilihan politik dia, selalu disandarkan pada temuan

survei.

"Karena SBY sudah tidak bisa lagi mencalonkan diri, dan dia orang yang percaya survei, dimana ada dua nama teratas, Jokowi dan Prabowo Subianto. Satu karekternya, sangat merakyat. Kedua karekter yang sebenarnya dirindukan, karena tipikal Orde Baru tegas, cepat, sedikit otoriter," ungkapnya.

SBY, dalam hemat Saiful Haq, akan memilih figur yang berbeda karakternya dengan Jokowi dan Prabowo atau mungkin juga sebagai jalan tengah di antara kedua figur yang elektabilitasnya mentereng

tersebut.

"Otomatis pilihan SBY, pada figur muda, punya background pendidikan yang bagus, lebih santun, berwibawa. Kalau kita melihat survei, nama Gita Wirjawan ada di 10 besar. Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan) sangat berpeluang menjadi kuda hitam Demokrat untuk menghadapi Jokowi dan Prabowo. Apalagi Gita punya karakter hampir sama dengan SBY," ungkapnya.

Meski begitu, lanjut Saiful Haq, masih terbuka kemungkinan apakah Jokowi dan Gita akan berhadap-hadapan atau menjalin komunukasi untuk bersama-sama di Pilpres 2014. Kemungkinan itu menurutnya fifty- fifty.

"Nggak ada yang nggak mungkin dalam politik. Saya pikir PDIP harus rasional. Kalau pun dia meraup suara di legislatif 30 persen misalnya, dengan mencalonkan Jokowi, akan sangat sulit menjalankan kebijakan di parlemen. Makanya harus menggandeng partai politik empat besar. Menggandeng Golkar, Aburizal Bakie, berat. Jadi ada peluang untuk berkoalisi," paparnya.

Board of advisor Center for Strategic and International Studies (CSIS) Jeffrie Geovanie, sebelumnya menyebutkan bahwa pilpres 2014 akan menjadi pertarungan para tokoh-tokoh muda. Dua di antara tokoh muda Gita Wirjawan dan Joko Widodo.

Gita maju sebagai capres tak lepas dari terobosan SBY yang menerapkan metode konvensi. "Dugaan saya, Megawati pun akan iklas melepaskan tiket pencapresan PDIP pada Jokowi yang semakin melejit elektabilitasnya saat ini," imbuh Jeffrie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement