REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Larangan penggunaan jilbab bagi polisi wanita (Polwan) dinilai tidak saja melanggar hak asasi manusia (HAM) dan prinsip-prinsip demokrasi. “Itu juga tidak menghargai Pancasila, juga UUD 1945,” kata Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Taslim Chaniago, Ahad (9/6).
Taslim menilai larangan berjilbab tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Karena pada sila pertama telah ditegaskan, kehidupan bernegara di Indonesia dilandasi oleh Ketuhanan Yang Maha Esa.
Negara, lanjutnya, memberikan kebebasan kepada setiap warganya untuk memilih agama yang diyakini dan menjalankan nilai-nilainya, seperti dijelaskan dalam UUD 1945. Maka dari itu, negara wajib melindungi warga negara dalam menjalankan perintah agama.
“Termasuk dalam urusan berjilbab, karena itu menjadi bagian dari perintah Islam bagi para Muslimah untuk menutup aurat mereka,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Taslim lagi, tidak boleh ada aturan melarang Polwan yang ingin menggunakan jilbab. Pasalnya, pelarangan tersebut tidak saja bertentangan dengan ajaran agama, tetapi juga aturan tertinggi di negara ini.
Untuk itu, ujar Taslim lagi, tidak ada alasan melarang Polwan muslimah yang ingin menutup auratnya. Satu-satunya solusi untuk persoalan ini adalah membolehkan berjilbab bagi mereka.
Hanya saja, ia menyarankan desain jilbab yang digunakan mesti diperhatikan, supaya nantinya tidak mengganggu mereka saat menjalankan tugas kepolisian di lapangan. “Mungkin jilbabnya dibuat lebih dinamis,” ujarnya.