Sabtu 08 Jun 2013 06:54 WIB

Dua TKI Terancam Hukuman Gantung, Pemerintah Dinilai Lamban

Tiang gantungan hukuman mati. Ilustrasi
Foto: .
Tiang gantungan hukuman mati. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Advokasi Revisi Undang-undang Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia keluar negeri (JARI-PPTKLN) prihatin akan lambannya upaya pemerintah dalam menyelamatkan dua pekerja migran Indonesia yang terancam hukuman gantung di Malaysia.

Padahal kasus tersebut sejak Oktober 2012 sudah diberitakan oleh berbagai media.  “Mendesak Pemerintah Tidak Lamban Dalam Meyelamatkan 2 Pekerja Migran Indonesia  asal Pontianak, Frans Hiu dan Dharry Frully yang terancam hukuman Mati dengan cara digantung di Malaysia,” Koordinator JARI PPTKLN, Nurus S Mufidah kepada ROL.

Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu, adalah dua pekerja migran yang telah divonis hukuman mati oleh Mahkamah Tinggi, Shah Alam, Selangor pada 18 Oktober 2012 lalu.

Menurut Nurus, kasus yang menimpa dua pekerja migran asal Pontianak ini bermula dari usaha membela diri ketika rumah majikannya dimasuki pencuri.

''Namun sayangnya dipersidangan keduanya justru didakwa telah melakukan pembunuhan terhadap pencuri tersebut oleh pengadilan Mahkamah Tinggi, Shah Alam, Selangor  dengan dasar Undang-Undang Pidana Malaysia menjatuhkan hukuman maksimal digantung sampai mati terhadap keduanya,'' tutur Nurus.

Setelah divonis mati, kedua TKI kakak beradik ini langsung mengajukan banding ke Mahkamah Banding Rayuan, karena merasa tidak bersalah. Sayangnya, kata dia, permintaan banding tersebut tidak dikabulkan. Segala upaya hukum telah dilakukan oleh kedua pekerja migran bersaudara itu bersama keluarga dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat namun tidak ada hasil dibebaskan keduanya atau keringanan hukuman.

''Kami melihat pemerintah belum mempunyai mekanisme bantuan hukum yang baik untuk pekerja migrant Indonesia. Hal ini jelas-jelas terbukti dengan minimnya peranan perwakilan RI dalam memberikan bantuan hukum terhadap kedua pekerja migran tersebut,'' tegasnya.

Menurut dia, Jika ada penanganan pendampingan yang baik tidak mungkin keluarga kedua pekerja migran bersaudara yang dijatuhi hukuman mati tersebut harus mengadu ke DPR RI.  

Ditambah lagi, kata dia, pengakuan pemerintah daerah Kalimantan Barat yang sampai menuliskan surat dan meminta bantuan pemerintah pusat untuk mendampingi warganya tersebut.

''Jika pemerintah mempunyai sistem bantuan hukum yang baik harusnya, semua warga Negara yang mengalami kasus pidana diluar negeri  menjadi tanggungjawab pemerintah pusat bukan pemerintah daerah, dalam hal ini perwakilan RI dibawah naungan kementrian luar negeri,'' cetus Nurus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement