Kamis 06 Jun 2013 13:20 WIB

PKS Keluar atau Bertahan di Koalisi Bergantung SBY

Sejumlah orang menurunkan bendera PKS yang terpasang di kantor Sekretariat Gabungan (Setgab).
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Sejumlah orang menurunkan bendera PKS yang terpasang di kantor Sekretariat Gabungan (Setgab).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berbeda dengan anggota koalisi partai sekretariat gabungan (setgab) pendukung pemerintah dinilai bertabrakan dengan kontrak dan aturan koalisi.

"Kontrak itu kan diteken dan diketahui Presiden SBY. Sekarang tergantung SBY menyikapinya, karena yang memberikan jalan bagi PKS masuk koalisi juga SBY," kata Ketua Fraksi PPP, Hasrul Azwar yang juga bagian dari koalisi setgab, Kamis (6/6).

Sebelumnya, pimpinan partai anggota koalisi meneken kontrak dan Code of Conduct (Tata Etika) pada 15 Oktober 2009 yang diperbarui pada 23 Mei 2011 sebagai wujud kesepakatan koalisi.

Code of Conduct digunakan untuk mendukung kinerja anggota koalisi agar solid dan efektif dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Dalam butir kedua Code of Conduct, disebutkan para peserta koalisi wajib mendukung dan mengimplementasikan kewajibannya baik di pemerintahan maupun melalui fraksi-fraksi di DPR terhadap keputusan-keputusan yang ditetapkan presiden dalam menelurkan kebijakan-kebijakan politik strategis dan penting.

Dalam butir lima disebutkan, bilamana terjadi ketidaksepakatan terhadap posisi bersama Koalisi, parpol peserta Koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari Koalisi. J

ika parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri, pada hakikatnya kebersamaannya dalam Koalisi Partai telah berakhir. Selanjutnya Presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan Parpol dalam Koalisi dan perwakilan Partai yang berada dalam Kabinet.

Dalam pertemuan terakhir setgab, Selasa (4/6) malam, menurut Hasrul, telah disepakati kompensasi atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Rapat yang dihadiri seluruh ketua umum dan pimpinan fraksi partai koalisi minus PKS itu juga menentukan bentuk kompensasinya.

Kenaikan harga BBM dinilai sebagai langkah terakhir penyehatan APBN mengingat prognosis terlampauinya defisit fiskal 3 persen sesuai ketentuan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement