Kamis 06 Jun 2013 01:15 WIB

Elite Negara Hancurkan Pancasila

Rep: Muhammad Subarkah/ Red: Heri Ruslan
Pancasila (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Pancasila (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,BJAKARTA – Bila pada belakangan ini keberadaan Pancasila menghilang dibenak publik, maka penyebab utamanya adalah karena perilaku dari para elite atau pejabat yang ada di Indonesia.

Merekalah yang membuat munculnya sikap tak peduli pada Pancasila, karena mereka gagal memberikan contoh perilaku mulia kepada masyarakat luas.

‘’Jadi kalau ditanya siapa yang salah dan siapa yang membuat Pancasila seolah tak berarti, maka jawabnya itu karena perilaku pejabat negara. Mereka gagal memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Rakyat dalam hal ini tak bisa disalahkan karena mereka hanya mencontoh perilaku elit yang abai pada nilai Pancasila itu,’’ kata Yudi Latief, dalam dialog ‘DPD dan Kebhinekaan Indonesia, di Gedung DPD RI, Rabu (5/6). Hadir dalam diskusi itu anggota DPD RI John Pieris, dan budayawan Radhar Panca Dahana.

Menurut Yudhi, selain tidak adanya keteladanan dari elit negera, dua aspek lain yang kemudian benar-benar melumpuhkan keberadaan Pancasila adala faktor liberalisme politik dan kapitalisme dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Akibatnya, kehidupan masyarakat  kini menjadi sangat hedonis dan serba pragmatis .

 ‘’ Celakanya, paradigma materialistik tersebut merambah pada dunia pendidikan, sehingga wajar kalau dalam 15 tahun reformasi ini justru hanya memperkuat liberalisasi politik, dan pragmatisme pembangunan. Partai yang seharusnya menjadi pilar demokrasi tetap saja menjadi beban negara karena mereka cenderung menjadi alat kepentingan kelompok yang sempit dan materialistik itu. Dengan begitu, maka Pancasila dan Kebhinnekaan tak bergigi, tak terlaksana dan tak diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," katanya.

Senada dengan Yudi, anggota DPD RI John Pieris menilai jika elite politik dan partai memang pada saat ini tak mampu memberikan keteladanan dalam ber Pancasila dan Kebhinnekaan berbangsa, dan bernegara.  Untuk itu harus segera dibuat regulasi yang bertujuan menghapus oligarki politik, dan korupsi yang dilakukan secara struktural-bikrokratis. ‘’Mereka inilah yang merusak Pancasila, dan mereka pula yang paling bertanggung jawab. Bukan rakyat. Bukan hanya itu, saya menduga munculnya terorisme dan anarkisme masyarakat akhir-akhir bisa jadi disebabkan perilaku elite dan penguasa yang korup tersebut.’’

Sementara itu, budayawan Radhar Panca Dahana mengakui jika partai sejak awal memang sudah menjadi bibit penggerus Pancasila, dan kebhinnekaan. Bahkan parpol kini dengan sengaja telah merampas posisi dan peran tokoh-tokoh daerah. Akibatnya, yang terlihat dipermukaan hanyalah , kepentingan oportunis-pragmatis, korupsi, dan berbagai keburukan lainnya.

 

“DPD memang seharusnya juga sudah mengambil peran daerah, tapi sayangnya banyak diantara mereka malah memilih meninggalkan entitasnya itu. Akibatnya, keunggulan keluhuran budaya lokal, hingga kearifan lokal hilang. Terus terang saya juga merasa khawatir bila nanti  perilaku anggota DPD pun sama saja akhirnya sama saja dengan DPR RI," kata Radhar. Menurut Radhar  para anggota DPD harus  membahwa nilai-nilai primordial yang kuat ke pentas politik nasional, sehingga tidak ada penyeragaman. Nilai-nilai primordial inilah yang akan menguatkan posisi Pancasila damn kebhinnekaan Indonesia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement