Jumat 31 May 2013 14:02 WIB

Agar Jakarta Tak Lagi Rawan Kebakaran

 Petugas Pemadam kebakaran dibantu warga berusaha memadamkan rumah yang terbakar di Jalan Salemba, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (12/3).   (Republika/ Agung Supriyanto)
Petugas Pemadam kebakaran dibantu warga berusaha memadamkan rumah yang terbakar di Jalan Salemba, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (12/3). (Republika/ Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Subroto (Wartawan Republika Online)

 

Apa persamaan aturan minum obat dengan kejadian kebakaran di DKI Jakarta? Jawabnya : sama-sama tiga kali sehari.

Sepanjang tahun 2012 lalu telah terjadi 1.008 kebakaran di seluruh Jakarta. Itu artinya dalam sebulan rata-rata ada 84 kali kebakaran, 19 kali  seminggu, atau hampir tiga  kejadian sehari.

Penyebab kebakaran terbesar dikarenakan  korsleting listrik.  Yakni sebanyak 663 kejadian.  Penyebab lainnya adalah kompor dengan 88 kejadian, diikuti dengan rokok 46 kali, dan lampu satu  kali. Ada juga pemicu kebakaran lainnya seperti petasan, sampah, atau obat nyamuk. Total  kerugian akibat kebakaran tahun lalu diperkirakan mencapai Rp 290,3 miliar.

Angka kejadian kebakaran yang tinggi ini menurut Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI  Jakarta, Subejo, sudah mengkhawatirkan. Tahun ini angka kebakaran juga masih tinggi kendati ada trend  penurunan.  Hingga Mei 2013, kata Subejo, sudah 300 kali si jago merah mengamuk. Itu artinya lebih dari dua kali  kebakaran  terjadi dalam  sehari.

Subejo mengungkapkan, Jakarta Barat menjadi ‘penyumbang’ kejadian kebakaran terbanyak di Jakarta. Hal itu menurutnya karena di wilayah tersebut banyak kawasan yang padat penduduk dan perumahan.

Daerah  yang paling rawan kebakaran di Jakarta Barat adalah Kecamatan Tambora.  Di Tambora kebakaran sudah diibaratkan arisan RT. Tinggal menunggu giliran. Di wilayah ini  banyak rumah penduduk terdiri dari dua lantai.  Biasanya lantai pertama berdinding tembok permanen, sedangkan bagian atasnya berdinding  papan atau tripleks. Rumah-rumah itu  saling berdempetan dengan penataan lingkungan yang semrawut. “Angka kejadian kebakaran di Tambora tercatat paling tinggi,” kata Subejo, di Jakarta, Kamis (30/5).

Korsleting listrik  ungkap Subejo, menyumbang lebih dari 60 persen kejadian kebakaran.  Korsleting itu bisa disebabkan oleh hubungan pendek, atau akibat kerusakan pada peralatan elektronik seperti dispenser,  AC, televisi, dan sebagainya.  Korsleting listrik menimbulkan api yang langsung menyebar ke areal sekitarnya yang padat.

Lingkungan yang padat ini menjadi kendala tersendiri dalam memadamkan api. Sering terjadi mobil pemadam kebakaran kesulitan mencapai lokasi karena akses jalan yang sempit.

Kekurangan personel

Kendala lainnya dalam penanganan kebakaran, kata Subejo, adalah kurangya personel. Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI, hanya memiliki sekitar 2.900 personel. Padahal angka idealnya  seharusnya sekitar 5.000 orang. Dari jumlah itu yang merupakan  petugas pemadam kebakaran hanya 2.000-an orang.  

Mereka dibagi menjadi tiga shift yang bekerja bergilian.  Kekurangan petugas ini menyebabkan satu mobil pemadam kebakaran dilayani hanya 4 orang petugas. Padahal  idealnya satu mobil pemadam kebakaran dilayani oleh 5-6 orang. “Jumlah petugas pemadam kebakaran masih sangat kurang,” tuturnya.

Dengan personel terbatas, sementara harus mengatasi kejadian yang banyak, membuat penanganan kebakaran mengalami kendala. Soal kekurangan personel ini, Subejo mengaku sudah mengajukan penambahan. Namun menurutnya penambahan jumlah personel itu tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat.

 

Mengenai peralatan, ungkap Subejo, saat ini sudah cukup memadai untuk menangani tingkat kejadian kebakaran yang wajar .  Di pos-pos yang rawan kebakaran sudah ada unit yang cukup. Hanya saja, karena  banyak jalan ke wilayah kebakaran  yang sempit, maka ke depan  pengadaan mobil pemadam kebakaran akan difokuskan pada kendaraan yang lebih kecil sehingga bisa masuk ke jalan-jalan sempit. Untuk jalan yang tidak bisa dilalui kendaraan besar pihaknya akan fokus pada unit pemadam lebih kecil seperti motor, sepeda,  dan pawang geni.

Untuk mengatasi kebakaran di gedung-gedung tinggi, dilakukan dengan swalindung. Artinya, pengelola gedung-gedung itu  wajib melengkapi  sendiri gedungnya dengan peralatan  pemadaman kebakaran yang lengkap. Selain itu juga mereka harus siap dengan manajemen penanganan bencana kebakaran.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo  beberapa lalu mengatakan pihaknya akan melakukan audit bangunan untuk mengantisipasi kejadian kebakaran di gedung-gedung tinggi. Langkah yang dilakukan, aku  Jokowi, adalah menyurati Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk melakukan audit kelistrikan. “Audit  dilakukan agar musibah tidak terulang baik di gedung pemerintahan maupun gedung swasta. Ini harus dilakukan sebagai antisipasi meminimalisir terjadinya kebakaran,"   jelas Jokowi.

Pemprov DKI melalui Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B)  kata Jokowi juga  melakukan pemeriksaan seperti penyediaan dan penggunaan springkel.  Pihaknya akan memberi sanksi administrasi hingga pencabutan izin bangunan jika  ada bangunan yang tidak sesuai standar.

 

Peran serta  masyarakat

 

Pengamat tata kota Yayat Supriatna mengatakan pola kejadian kebakaran di DKI Jakarta sebenarnya mudah dipetakan. Pertama, penyebab terbesar adalah korsleting listrik.  Kedua, kebakaran paling sering terjadi di lingkungan yang padat penduduk.

 

Kedua pemicu  itu menurutnya berhubungan. Di kawasan yang padat biasanya rumah-rumah berbentuk semi permanen, peralatan listriknya tidak standar,  dan sering kelebihan beban.  Persoalan listrik memicu kebakaran. Saat si jago merah mengamuk, maka api dengan cepat menyebar ke lingkungan sekitarnya yang padat. Unit pemadam kebakaran sering sulit mencapai lokasi karena akses jalan yang kecil dan sempit.

“Pertanyaannya, mengapa itu selalu terulang?  Seharusnya ada upata preventif agar hal itu tak terjadi lagi,” kata Yayat.

 

Menurut Yayat, seharusnya  ada evaluasi setelah terjadi kebakaran di suatu tempat. Hal itu untuk mencegah hal yang sama terjadi kembali.

 

Upaya preventif menurutnya bisa dilakukan dengan penataan lingkungan sebelum dan pascakebakaran. Perbaikan lingkungan berupa jalan dan rumah yang lebih layak huni akan membantu mencegah kebakaran terulang atau pemadaman api  yang lebih maksimal  jika kebakaran terjadi.

 

Untuk membantu mengurangi kejadian kebakaran, kata Subejo, pihaknya  akan memaksimalkan peran serta masyarakat. Selain untuk mengatasi kekurangan petugas kebakaran, pelibatan warga ini dinilai effektif mencegah amukan api. Warga setempat adalah orang yang paling tahu

dengan kejadian di lingkungannya. Mereka bisa langsung bergerak tanpa menunggu petugas pemadam datang jika kebakaran terjadi di wilayahnya.

 

Subejo mencontohkan, hingga Mei ini ada 10 kejadian kebakaran di Tambora. Sebanyak enam kejadian,  api berhasil dipadamkan oleh warga sendiri.

Sejak tahun 1990 di sejumlah daerah rawan kebakaran sudah dibentuk Bantuan Sukarela Pemadam Kebakaran (Balakar).  Sukeralawan terdiri dari warga setempat, baik laki-laki dan perempuan. Mereka mendapatkan keterampilan soal teknik memadamkan api, menggunakan alat pemadam api ringan (APAR), dan pengetahuan soal kelistrikan.  Balakar umumnya dibiayai sendiri oleh warga.  Beberapa di antaranya mendapat bantuan dari perusahaan swasta tapi masih dalam jumlah terbatas.

Karena sifatnya yang  sukarela, tidak di semua tempat Balakar bisa berfungsi maksimal. Data di Kecamatan Tambora  pada tahun 2011  misalnya ada 118 anggota Balakar yang tercatat. Sebanyak  103 di antaranya masih aktif. “Mereka ini yang akan kita berdayakan untuk mencegah maupun menanggulangi kebakaran,” kata Subejo.

Kerjasama antara warga dengan petugas pemadam kebakaran diharapkan akan effektif menanggulangi kebakaran di  permukiman masyarakat.  Bentuk kerja sama antara Balakar dengan Damkar, kata Subejo saat ini masih dikaji. “Sekarang kita sedang menyusun legal basisnya (landasan hukumnya)  untuk kerja sama ini,” tutur Subejo.

 

Dia memaparkan, legal basis ini sangat penting karena Balakar yang  selama ini sifatnya voluntary (sukarela) nantinya akan menjadi mandatory (wajib). Ada hak dan kewajiban yang harus ditaati nantinya.

“Misalnya nanti ada jadwal piket. Jadi kalau waktunya memang jaga, ya tidak boleh geser,” tegasnya.

 

Warga yang dilibatkan nantinya tidak akan mendapat gaji namun menerima semacam kompensasi. Mengenai nilainya, kata Bejo masih dihitung.

Beddy, warga Kelurahan Tambora menyambut baik rencana Pemprov DKI  untuk memberdayakan Balakar. Dia yakin Balakar di wilayahnya akan lebih maksimal bekerja jika ada bantuan pemerintah. “Kalau mereka diberi intensif saya yakin akan lebih semangat untuk bekerja. Kalau sukarela melulu kan kasihan, setiap hari mereka kan juga perlu nyari makan,” katanya.

 

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama  juga mengimbau  masyarakat untuk  berperan aktif membantu petugas pemadam kebakaran. “Kami butuh orang dari luar karena memang kekurangan personel," kata Basuki, beberapa waktu lalu.

 

Dengan terlibatnya masyarakat dalam memadamkan api, kata Basuki, masyarakat dapat merasakan kegigihan petugas pemadam kebakaran dalam memadamkan api. Dengan begitu mereka menjadi tahu apa yang dirasakan dan menjadi kendala petugas pemadam kebakaran saat menjalankan tugasnya.

 

Yayat Supriatna mengatakan wacana pemberdayaan Balakar sangat positif untuk menanggulangi kebakaran terutama di daerah rawan. Pelibatan masyarakat yang lebih besar, katanya akan menekan kejadian kebakaran.

 

Menurutnya, yang penting dilakukan  selain keterampilan memadamkan api adalah meningkatkan kepedulian warga terhadap bahaya kebakaran. Di lingkungan padat, katanya umumnya warga tinggal dengan mengontrak atau kos. Mereka ini  biasanya kurang peduli dengan keamanan lingkungannya.

 

Balakar katanya, selain punya keterampilan memadamkan api juga bertugas untuk membangkitkan kepedulian warga untuk mencegah lingkungannya dari bahaya kebakaran. Mereka bisa mengingatkan jika ada rumah warga yang rawan dengan korsleting listrik, rumah yang kelebihan beban listrik, maupun tabung gas yang tidak aman. “Masyarakat dari awal diajarkan bagaimana mencegah agar tidak terjadi kebakaran. Mereka juga tahu apa yang harus dilakukan jika  kebakaran terjadi di lingkungannya,” tuturnya.

 

Yayat mengusulkan agar Balakar ini dimasukkan dalam struktur Karang Taruna. Jadi Balakar ini menjadi gerakan pemuda untuk lingkungannya terutama mengatasi kebakaran.

 

Dia juga menyarankan adanya pelibatan tokoh –tokoh lokal yang  terus-menerus mengingatkan warga. Dengan demikian, gerakan untuk menganggulangi kebakaran timbul dari inisiatif warga sendiri. “Membangun kesadaran  dan melibatkan masyarakat ini sangat penting agar kebakaran tidak terjadi lagi,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement