Kamis 30 May 2013 23:21 WIB

KPK Periksa Ary Suta Terkait BLBI

Juru Bicara KPK, Johan Budi.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Juru Bicara KPK, Johan Budi.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta terkait dengan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Benar, tadi Ary Suta dimintai keterangan terkait penyelidikan SKL," kata Juru Bicara KPK Johan Budi saat dihubungi di Jakarta, Kamis malam.

Usai dimintai keterangan oleh KPK, Ary meninggalkan gedung KPK dan membenarkan bahwa kedatangannya ke gedung KPK adalah untuk memenuhi panggilan KPK terkait dengan kasus BLBI.

Namun ketika ditanya lebih jauh, Ary enggan menjawab.

"Nggak, nggak, ini rahasia. Panggilannya rahasia, pertanyaannya juga rahasia. Saya tidak bisa menjelaskan yang bukan wewenang saya. KPK yang bisa menjelaskan," kata Ari.

Dalam kasus ini, KPK sebelumnya juga meminta keterangan Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong 2001-2004 Dorodjatun Kuntjoro Jati, Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001 Rizal Ramli dan Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subianto, Menko Perekonomian 1999-2000 dan Kepala Bappenas 2001-2004 Kwik Kian Gie.

KPK pada 2008 telah membentuk empat tim khusus untuk menyelesaikan kasus BLBI yang sebelumnya ditangani oleh Kejaksaan Agung.

Salah satu tim bertugas untuk menangani perkara yang dihentikan kejaksaan karena telah menerima SKL, termasuk kasus Sjamsul Nursalim yaitu mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang mempunyai utang sebesar Rp28,4 triliun.

Berdasarkan hasil pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) oleh Badan Pemeriksa Keuangan, nilai penjualan dari aset Salim yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk penyelesaian BLBI ternyata hanya 36,7 persen atau sebesar Rp19,38 triliun dari Rp52,72 triliun yang harus dibayar.

Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati yang mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.

Kwik dalam pemeriksaan di kejaksaan, mengaku dalam setiap rapat kabinet ia selalu memprotes rencana penerbitan SKL tapi kalah dengan menteri lain.

Alasannya menolak penerbitan SKL adalah karena ada campur tangan International Monetary Fund (IMF) terkait penyelesaian BLBI sehingga berdampak pada proses penjualan aset bekas pengutang BLBI yang tergesa-gesa, bahkan tanpa tender, misalnya, kejanggalan penjualan Bank BCA pada 2004.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement